Sesuai Pasal 63 UU Administrasi Kependudukan, warga negara asing yang sudah berumur 17 tahun  atau sudah menikah atau pernah menikah dan memiliki izin tinggal tetap, wajib memiliki KTP- elektronik

Jakarta (ANTARA News) - Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menegaskan sejak 2014, warga negara asing (WNA) memang diwajibkan memiliki KTP elektronik apabila telah memiliki izin tinggal tetap di Indonesia dan berumur lebih dari 17 tahun.

“Sesuai Pasal 63 UU Administrasi Kependudukan, warga negara asing yang sudah berumur 17 tahun atau sudah menikah atau pernah menikah dan memiliki izin tinggal tetap, wajib memiliki KTP- elektronik,” kata Zudan Arif Fakrullah sebagaimana siaran pers Pusat Penerangan Kemendagri di Jakarta, Rabu.

Hal itu disampaikan Zudan terkait adanya informasi ditemukannya KTP elektronik milik WNA di Cianjur, Jawa Barat.

Zudan menjelaskan berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2006 juncto UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, penduduk di Indonesia dibagi dua, yakni WNI dan WNA.

Sama seperti WNI, WNA juga diwajibkan memiliki KTP elektronik.

“Jadi, bukannya KTP elektronik itu diharamkan untuk WNA, justru diwajibkan bagi WNA yang sudah punya izin tinggal tetap dan berumur lebih dari 17 tahun, untuk memiliki KTP elektronik,” katanya.

Ketentuan ini, kata Zudan, sudah berlaku sejak tahun 2014.

“Jadi bukan baru sekarang-sekarang ini. Saya sih melihat ini menjadi gaduh karena sedang menghadapi Pileg dan Pilpres, itu saja,” katanya.

Zudan mengatakan, sangat mudah untuk melihat keaslian KTP elektronik karena bisa dilacak dalam database kependudukan.

“Bisa dilacak apakah KTP elektroniknya asli atau palsu. Bisa dilacak dengan card reader alat pembaca. Letakkan KTP-nya di atas alat pelacak itu dan dipindai sidik jarinya, nanti akan keluar data KTP-nya asli atau palsu,” tuturnya.

Zudan menegaskan, meskipun WNA memiliki KTP elektronik namun KTP-nya tidak bisa digunakan untuk memilih dalam Pemilu. Sebab, kata dia, syarat untuk bisa memilih adalah warga negara Indonesia.

"Jadi seluruh WNA yang ada di Republik Indonesia ini tidak memiliki hak politik untuk memilih ataupun dipilih,” katanya.

Ia menjelaskan, di dalam kolom keterangan di KTP elektronik milik WNA tertulis jelas asal kewarganegaraannya. Sehingga dapat dibedakan KTP elektronik tersebut milik WNA.

“Misalnya warga negara dari Malaysia, atau dari China, dari Arab Saudi. Keliru jika tiba-tiba panitia pemilih dari TPS membolehkan WNA masuk ke TPS, karena di dalam KTP elektroniknya ada tulisan warga negara mana. Bisa dibaca dan dilihat KTP elektronik itu untuk WNA,” katanya.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019