Mungkin saja jalan tol diambil alih pemerintah, lalu pengusaha menerima penggantian semua modal yang sudah dikeluarkan ditambah keuntungan wajar
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Hermanto Siregar menilai penerapan tarif jalan tol gratis di Indonesia bergantung pada dua faktor.
"Pertama, tergantung kesediaan perusahaan tol yang telah mengeluarkan modal, apakah mau menjual jalan tolnya. Faktor kedua, tergantung anggaran pemerintah, apakah ada anggaran untuk membeli atau mengambil alih pengelolaan jalan tol tersebut," ujar Rektor Perbanas Institute itu saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan kalau jalan tol mau digratiskan, maka perlu dikaji mekanisme pengembalian modal kepada pengusaha jalan tol.
"Mungkin saja jalan tol diambil alih pemerintah, lalu pengusaha menerima penggantian semua modal yang sudah dikeluarkan ditambah keuntungan wajar," ujarnya.
Hermanto menilai kalau jalan tol diambil alih pemerintah dengan cara seperti itu dan kemudian digratiskan, maka hal itu merupakan langkah bagus.
Sebelumnya, Pemerintah Malaysia berencana menggratiskan empat ruas tol di negaranya, meski tidak secara total.
Negara jiran tersebut akan mengenakan biaya kemacetan sebagai ganti biaya tol.
Jalan tol hanya gratis antara pukul 23.00 hingga 05.00 yakni ketika lalu lintas lengang. Sedangkan, saat lalu lintas padat, pengguna jalan tol tetap akan dikenakan biaya.
Semenara itu, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR menilai tarif tol gratis sulit dijalankan di Indonesia.
Menurut BPJT, jika tol gratis, maka membutuhkan biaya pemeliharaan tinggi. Semua kendaraan seperti motor akan masuk dan ditambah lagi harus ada dana memperbaiki lubang-lubang di jalan tol, yang akan memberatkan anggaran pemerintah.
Baca juga: BPJT ungkap alasan tol sulit untuk digratiskan di Indonesia
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019