Ramallah, Tepi Barat (ANTARA News) - Palestina akan meminta pengembalian semua tanah mereka yang diduduki Israel dalam pembicaraan perdamaian dan tidak akan menyetujui negara dengan perbatasan sementara, Presiden Mahmud Abbas mengatakan. Dalam wawancara dengan televisi Palestina, Abbas menguraikan apa yang Palestina akan minta dalam pembicaraan dengan Israel setelah konferensi perdamaian Timur Tengah yang disponsori-AS yang diperkirakan November. "Pertemuan itu harus menyentuh pada masalah utama, termasuk perbatasan, pengungsi, air, Jerusalem, permukiman dan keamanan," katanya, seperti dilansir AFP. "Rakyat Palestina harus memiliki negara yang hidup terus dan tanpa terhenti dalam perbatasan 1967. Wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza seluas 6.205 Km persegi dan kita ingin 6.205 Km persegi," ia mengatakan. Ia mengatakan ia akan menerima "modifikasi perbatasan di sini dan di sana" tapi menolak pertukaran wilayah menurut perjanjian perdamaian terakhir. Israel ingin mempertahankan blok permukiman besarnya di Tepi Barat yang diduduki, sebagai pertukaran bagi pemberian pada Palestina jumlah tanah yang sama di tempat lainnya. "Kita telah menolak pada masa lalu dan kita menolak sekarang negara dengan perbatasan sementara. Hal itu akan membawa kita pada jalan buntu yang akan berlangsung banyak, banyak tahun," kata Abbas. Peta jalan bagi perdamaian Timur Tengah -- yang terbengkalai sejak peluncurannya pada 2003 -- memuat opsi mengenai pembentukan negara Palestina dengan perbatasan sementara pertama-tama, dan memutuskan perbatasan akhir kemudian. Washington telah meminta digelarnya konferensi, yang tanggal, tempat dan peserta tetapnya masih belum diumumkan, sebagai upaya terakhir untuk memulai segera proses perdamaian yang telah terbengkalai selama hampir tujuh tahun. Menlu AS, Condoleezza Rice, pekan depan akan mengadakan pembicaraan dengan Abbas dan PM Israel, Ehud Olmert, dalam kunjungan ketujuhnya ke kawasan itu tahun ini. Sebelum konferensi AS itu, Abbas dan Olmert telah mengadakan serangkaian pertemuan empat mata, membicarakan masalah paling alot dari konflik mereka selama beberapa dekade. Awal pekan ini tim perundingan Israel dan Palestina mulai berupaya untuk menyiapkan dokumen bersama sebelum pertemuan November, dengan pandangan untuk memulai pembicaraan setelah konferensi itu. "Amerika mengatakan dengan kepercayaan hal itu akan bekerja," kata Abbas merujuk pada pertemuan November, tapi menambahkan bahwa kegagalan "tidak akan menjadi malapetaka". "Rakyat Palestina tahu bahwa penyelesaian masalah mereka rumit", dan tidak akan menerima bahwa satu perjanjian akan diterapkan pada mereka. "Kami mampu mengatakan `tidak` ketika itu perlu dan kami telah melakukan itu pada masa lalu." Olmert telah mendapat kecaman di dalam negeri bahwa ia bergerak terlalu cepat dalam pembicaraannya dengan Abbas, atau bahwa presiden Palestina itu -- yang kekuasaannya terbatas di Teli Barat sejak Hamas merebut kekuasaan di Gaza pertengahan Juni -- sangat lemah secara politik untuk melaksanakan perjanjian yang dicapai. Perdana menteri itu, sementara berusaha untuk menenangkan kekhawatiran dan membungkam kecaman, berjanji untuk mendorong dengan pembicaraan yang telah dihidupkan itu. "Saya mau mengumumkan di sini dengan cara yang paling jelas bahwa saya tidak ingin mencari alasan dalam rangka untuk menghindari proses perdamaian," kata Olmert pada pembukaan sidang parlemen musim dingin awal pekan ini. "Opsi lainnya berarti perjuangan demografis berdarah dan menyedihkan yang tidak akan bermanfaat bagi Israel."
Copyright © ANTARA 2007