Jakarta (ANTARA News) - Tersangka kasus dugaan penyuapan, Irawady Joenoes, mengaku mendesak Ketua Komisi Yudisial (KY), Busyro Muqoddas, untuk mengeluarkan surat tugas pengawasan internal. Dalam pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu, Irawady mengaku mengirim nota dinas kepada Busyro pada 7 September 2007 untuk mendesak dikeluarkannya surat tugas tertanggal 12 September 2007. Keterangan Irawady dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) menyebutkan, ia meminta surat tugas itu karena mendengar informasi tentang penyelewengan dalam proses sewa Gedung KY di Jalan Abdul Muis serta hilangnya uang Ketua KY senilai Rp50 juta. Surat tugas itu selama ini dijadikan dalih oleh Irawady untuk menemui dan menerima uang dari Freddy Santoso. Irawady bersikukuh surat tugas itu diberikan kepadanya untuk menyelidiki informasi niat Freddy memberikan sejumlah uang apabila tanahnya di Jalan Kramat Raya No 57 telah terjual kepada KY. Namun, KY telah menegaskan, surat tugas itu tidak ada kaitannya dengan proses pengadaan tanah. Surat itu dikeluarkan untuk memberikan supervisi kepada Sekjen KY guna menertibkan administrasi, anggaran, peralatan, perkantoran, disiplin kerja dan kepegawaian, karena adanya rekomendasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Surat tugas itu juga dimaksudkan untuk pemeriksaan dan klarifikasi terhadap pihak-pihak yang terkait dengan proses pelaksanaan barang dan sewa gedung kantor KY sekarang di Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat. Sekjen KY Muzayyin Mahbub telah menjelaskan proses pengadaan sewa gedung KY tidak mungkin terjadi penyelewengan karena pembayarannya melalui pemindahan anggaran pos APBN dari slot anggaran KY ke slot pemilik gedung, yaitu PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, yang berada di bawah kementerian BUMN. Ia juga menjelaskan, uang Rp50 juta milik Ketua KY itu bukan hilang, tetapi raib akibat kasus penipuan karena seseorang yang mengaku Ketua KY menelpon bendahara dan meminta ditransfer uang Rp50 juta. Kejadian penipuan itu, menurut Muzayyin, telah dilaporkan ke pihak kepolisian. Sebelum ditangkap pada 26 September 2007 karena menerima uang Rp600 juta dan 30 ribu dolar AS, Irawady dan Freddy beberapa kali melakukan komunikasi, termasuk pertemuan di Hotel Mahakam dua pekan sebelum mereka tertangkap. Menurut versi kuasa hukum Freddy, Darwin Tampubolon, kliennya telah dihubungi Irawady untuk diminta uang sejak proses negosiasi penetapan harga yang selesai pada 6 September 2007.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007