Mataram (ANTARA News) - Branding wisata halal yang diusung Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam mempromosikan indusri pelancongan dinilai turut mendorong peningkatan angka kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mencanegara.
Keberhasilan Pulau Lombok menyabet Wisata Bulan Madu Halal terbaik di dunia, dan Destinasi Wisata Halal Terbaik di dunia dalam acara World Halal Travel Awards 2015 di Uni Emirat Arab (UEA) menjadi salah satu faktor pendukung kesuksesan branding wisata halal.
Setelah sukses mengusung branding wisata halal, provinsi yang dikenal dengan slogan bumi "Seribu Mesjid" mencoba menginisiasi branding baru wisata medis (medical tourism). Pengembangan wisata medis ini dinilai cukup menjanjikan.
Wisata medis adalah perjalanan seseorang ke luar negeri untuk mendapatan perawatan kesehatan baik general check up, treatment, maupun rehabilitasi. Dalam industri kesehatan, pasien akan lebih cenderung mencari pelayanaan yang aman, nyaman dan berkualitas.
Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah berkeinginan menjadikan Lombok sebagai destinasi wisata medis pada masa mendatang. Selain sebagai destinasi wisata halal, Lombok juga memiliki potensi besar dalam mengembangkan pariwisata medis.
Menurut Zul, sapaan Gubernur NTB, pariwisata medis merupakan salah satu segmen pariwisata yang dapat menarik wisatawan yang datang untuk berobat sekaligus berlibur. Ini menjadi gaya hidup di kalangan pesohor berkantong tebal.
Fenomena yang sedang berkembang sekarang ini adalah wisata medis. Karena itu NTB perlu menyasar kelompok segmen tersebut dengan memanfaatkan branding wisata berobat.
Zul mengatakan Lombok yang dikenal sebagai sebuah destinasi wisata dan juga memiliki aspek religiusitas yang kental dapat menjadi tempat yang tepat bagi pasien yang ingin berobat sekaligus berwisata.
Gubernur NTB kelahiran Kabupaten Sumbawa ini berharap, keberadaan mantan Direktur Rumah Sakit Manambai Abdulkadir (RSMA) Syamsul Hidayat yang dilantik sebagai Sekretaris Dinas Pariwisata NTB dapat mendorong terciptanya segmen pariwisata medis di Lombok ke depan.
Zul menargetkan Dinas Pariwisata NTB untuk menjadikan Lombok tidak hanya sebagai destinasi wisata halal, tapi juga sebagai destinasi pariwisata medis.
Pengembangan wisata medis tersebut agaknya tak sekedar wacana. Setidaknya ini dibuktikan dengan rencana Pemerintah Provinsi NTB menggandeng empat rumah sakit di Kota Mataram sebagai upaya menjadikan NTB sebagai pusat destinasi wisata medis.
Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Moh Faozal mengatakan potensinya cukup menjanjikan jika dikembangkan, dan salah satu contohnya NTB bisa mengikuti jejak Penang, Malaysia.
Faozal mengaku sudah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan empat direktur rumah sakit di Kota Mataram untuk mengembangkan wisata medis ini. Sekaligus ini langkah awal Lombok dalam menuju branding wisata medis.
Potensi besar
Sejatinya Lombok memiliki potensi besar mengikuti jejak Penang, Malaysia dalam menarik para pasien yang hendak berobat dan juga berwisata. Lombok mempunyai potensi, sehingga memiliki peluang besar sebagai tujuan wisata medis yang tentunya disertai berbagai persiapan dan pembenahan.
Selama ini Penang merupakan sebuah negara bagian di Malaysia yang memiliki reputasi sebagai salah satu tempat tujuan berobat para pesohor dari Indonesia.
Ungkapan serupa juga disampaikan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB dr Lalu Hamzi Fikri. Ia mengakui potensi pengembangan wisata medis sangat terbuka bagi Lombok.
Menurut dia, NTB berpotensi untuk menjadi tujuan wisata medis. Peluang besar ini perlu dimanfaatkan Kemenkes, Kementerian Kesehatan juga sudah mendorong untuk mengembangkan "medical torism"
Ia mengatakan RSUD NTB sendiri saat ini telah memiliki berbagai fasilitas unggulan, yakni radioterapi untuk penderita kanker. Layanan radioterapi hanya dimiliki 19 rumah sakit di Indonesia, dan RSUD NTB salah satunya. Ini bisa menjadi unggulan dalam wisata medis ke depan.
Hamzi menjelaskan, penyakit tidak menular itu dalam 27 tahun terakhir terus mengalami peningkatan, termasuk kanker yang terkait dengan gaya dan pola hidup seseorang.
RSUD NTB telah memiliki pengalaman dengan mengobati pasien dari Malaysia yang terkena penyakit kanker rahim setahun lalu. Ini menjadi modal dalam mempromosikan wisata medis di Negeri Jiran itu.
Selain memiliki fasilitas radioterapi, faktor keindahan alam Lombok dan NTB umumnya akan menjadi salah satu alasan pasien memutuskan berobat ke Lombok.
Jadi pasien ingin berobat dan juga ingin menikmati keindahan alam Lombok. Karena itu akan dibuat pola, yakni dilakukan perawatan dengan pelayanan yang berkualitas, kemudian kalau sudah agak segar diajak keliling ke sejumlah objek wisata, seperti Pantai Senggigi, dari aspek psikologis ternyata luar biasa dampaknya pasien akan dia merasa nyaman.
Hamzi mengatakan pelayanan kepada warga negara asing (WNA) tentu akan sedikit berbeda karena standar pelayanan yang tinggi, terutama dari sisi SDM dan RSUD NTB sudah memiliki SDM yang memadai untuk melayani pasien dari luar negeri.
Sebagai bentuk persiapan RSUD NTB juga sudah mengirim lima perawat belajar di Korea selama setahun untuk belajar soal keperawatan dan juga membuat jaringan dengan Korea.
Hazmi mengakui kendati sudah memiliki fasilitas memadai, belum banyak pasien dari luar negeri yang berobat sekaligus berwisata di Lombok.
Karena itu ia berharap kerja sama dengan Dinas Pariwisata NTB membuat promosi fasilitas yang ada di RSUD NTB bisa semakin dikenal luas.
Dokter-dokter sudah ada, sudah lengkap, tinggal dikemas dan memperbaiki kualitas layanan untuk menjual dalam bentuk promosi. Karena itu diharapkan dalam MoU dari Dinas Paruwisata NTB bisa membantu promosikan layanan RSUD NTB.
Dengan mengusung branding baru wisata medis, bisnis pelancongan NTB akan semakin berkembang. Kini NTB tak hanya mengandalkan keindahan alam dan pesona bahari sebagai magnet wisata, tetapi wisata medis juga menjadi branding baru wisata "Bumi Gora" ini.*
Baca juga: Operasi plastik alasan utama turis Indonesia pilih wisata medis ke Korsel
Baca juga: Tak cuma K-pop, Korsel tawarkan wisata medis dan kecantikan
Pewarta: Masnun
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019