Pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Fithra Faisal dalam diskusi di Jakarta, Kamis, mengatakan ekosistem ekonomi digital seperti di Silicon Valley, AS, adalah contoh utama pengembangan sektor digital kelas dunia.
"Saya pernah ke Silicon Valley dan tanya startup di sana kenapa bisa 'survive' (bertahan)? Kenapa tempat itu jadi cawan emas untuk berkumpul? Ternyata di sana ekosistemnya sangat mendukung," terangnya.
Fithra mengatakan di Silicon Valley, ada komunitas, kalangan akademisi, pemodal ventura hingga pemerintah yang mendukung penuh perkembangan perusahaan rintisan atau startup dengan menggunakan jasa mereka.
"Kalau di Indonesia, ekosistemnya berantakan. Makanya 'unicorn' kita bergantung pada luar negeri soalnya tidak ada 'venture capitalist' dan inkubatornya, universitasnya, hingga industrinya. Padahal itu semua terkait, tidak bisa sendiri," katanya.
Kata "unicorn" menjadi salah satu perbincangan yang hangat di kalangan masyarakat maupun jagat maya seusai berakhirnya debat capres 2019 putaran kedua, pada Minggu malam (17/2).
Calon presiden nomor 01 Joko Widodo mengajukan pertanyaan kepada calon presiden nomor 02 Prabowo Subianto tentang upaya yang akan dilakukan oleh Prabowo, apabila terpilih sebagai presiden, untuk mendukung pengembangan "unicorn" di Indonesia.
Jawaban atas pertanyaan tersebut membuat suasana sedikit cair, karena Prabowo sedikit kurang memahami substansi maupun konteks yang ditanyakan oleh Jokowi.
"Yang bapak maksud 'unicorn'? maksudnya yang 'online-online' itu?," kata Prabowo.
Baca juga: Bappenas: manfaatkan peluang ekonomi dari inovasi digital
Baca juga: Menkeu: Pemerintah terus godok kebijakan dukung pelaku ekonomi digital
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019