Kalau ditarik ke belakang, metode pengumpulan data pangan itu disusun tahun 1970an. Saat ini sebetulnya teknologi dan metodenya memungkinkan pemutakhiran sehingga metode lama tentu saja tidak cocok dengan yang sekarang
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat pertanian Khudori menyarankan pemerintah segera melakukan pemutakhiran metode pengumpulan data pangan sebagai upaya memperbaiki tata kelola pangan, terutama terkait kebijakan impor yang kerap jadi sorotan.

Dalam diskusi bertajuk "Buntut Siasat Debat Kedua" di Jakarta, Kamis, Khudori menyebut data pangan yang ada saat ini belum bisa menjadi pijakan sebagai basis kebijakan.

"Kalau ditarik ke belakang, metode pengumpulan data pangan itu disusun tahun 1970an. Saat ini sebetulnya teknologi dan metodenya memungkinkan pemutakhiran sehingga metode lama tentu saja tidak cocok dengan yang sekarang," katanya. 

Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) itu menuturkan metode lama pengumpulan data pangan sangat bias. Pasalnya, pengumpulan datanya tidak melalui pengukuran langsung. 

"Misalnya saja metode pengumpulan luas panen tidak diukur langsung tapi melalui pendekatan tidak langsung seperti penggunaan pupuk, air atau bibit. Bahkan bisa pakai pandangan mata di mana mantri tani berdiri di pojok lahan dan menilai luas lahan," katanya.

Metode lama itu, menurut dia akan sangat mudah dibuat bias, terlebih jika kementerian atau lembaga yang memiliki program harus mempertanggungjawabkan anggaran yang besar.

"Datanya pasti dibuat yang baik-baik," imbuhnya.

Meski Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data baru berdasarkan metode Kerangka Sampel Area (KSA) untuk melakukan penghitungan luas panen gabah kering giling (GKG) untuk kemudian dikonversi menjadi proyeksi produksi beras secara nasional Oktober 2018 lalu, Khudori berharap metode baru pengumpulan data bisa dilakukan untuk komoditas pangan lainnya.

"Data berikutnya yang ditunggu-tunggu itu jagung, yang dua tiga tahun ini menimbulkan kegaduhan," harapnya. 

Baca juga: Impor beras disebut terjadi karena data tak valid
Baca juga: Pakar sebut Prabowo harusnya kritik Jokowi soal data pangan

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019