Jakarta (ANTARA News) - Konglomerat Prajogo Pangestu dan Sukmawati Wijaya (anak konglomerat Eka Cipta Wijaya) dilaporkan menyerobot tanah milik pengembang PT Bratakusuma di Komples Widya Chandra, Jakarta, Selatan, seluas 1.500 meter persegi.
"Tanah tersebut secara sah milik PT Bratakusuma," kata kuasa hukum PT Bratakusuma, Arifin Singawidjaya, kepada wartawan, di Jakarta, Selasa.
Arifin menjelaskan, saat ini nilai tanah di kawasan tersebut sekitar Rp20-25 juta per meter persegi.
Pada 1979, Prajogo membeli kavling 32B dan Sukmawati di Kavling 33 di kompleks tersebut (sekarang Jalan Widya Chandra V), namun sekitar tahun 1990, kata Arifin, Prajogo dan Sukmawati melakukan pemagaran pada lahan di depan kavling yang mereka beli, padahal lahan tersebut bukan milik mereka.
Oleh mereka, lahan itu dijadikan tempat parkir dan pos satpam tanpa seizin PT Bratakusuma. Developer selaku pemilik tanah, kata Arifin, telah berulangkali secara lisan memperingati keduanya, agar meninggalkan dan mengosongkan tanah tersebut.
Oleh karena tidak mendapat tanggapan hingga saat ini (2007), maka Bratakusuma melalui kuasa hukumnya melakukan somasi atas tindakan keduanya yang dinilai melanggar hukum itu.
Terhitung Juli 2007, PT Bratakusuma melakukan gugatan terhadap Prajogo dan Sukmawati ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Sementara itu, pengacara Prajogo, Berlin Pandiangan, mengatakan bahwa sertifikat Bratakusuma atas tanah tersebut sudah mati sejak 1994, sehingga tanah dikuasai negara dan tanah itu adalah fasilitas umum.
Namun, sementara lahan tersebut belum dimanfaatkan dan kondisinya penuh dengan rumput, maka Prajogo membersihkannya dan membuat pagar untuk pengamanan.
Prajogo juga sudah pernah diperiksa sehubungan dengan kasus tersebut, dan dikatakan bahwa tidak menguasai tanah tersebut.
Berlin juga mengatakan, sudah ada tim dari pihak terkait untuk memeriksa tanah itu dan disebutkan tanah itu untuk fasilitas umum.
Berlin mengatakan, jika pemerintah ingin menggunakan tanah itu, maka akan diserahkan dengan sukarela tanpa ganti rugi.
Ia mengatakan, sebenarnya pada 11 Oktober 2007 akan memberikan tanggapan di pengadilan, namun karena libur cuti panjang, maka diundur pada 23 Oktober 2007.
Menanggapi hal itu, Arifin mengatakan, tanah diserobot sejak 1990, padahal sertifikat mati pada 1994, dan saat ini sedang dalam proses diperpanjang.
Arifin juga juga mengatakan, tanah itu bukan termasuk fasilitas umum dan sosial. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007