Dewan Perumus Lembaga Bahtsul Masail PBNU sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo KH Azizi Hasbullah menyatakan perlu ada pembahasan lebih mendalam mengenai hukum produk tembakau alternatif.

Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung inovasi yang diciptakan melalui produk tembakau alternatif yang tergambar dalam penelitiannya pada buku yang berjudul Fikih Tembakau "Kebijakan Produk Tembakau Alternatif di Indonesia".

Dalam keterangan yang diterima, Selasa, menyebutkan bahwa penelitian tersebut menghasilkan sejumlah temuan terkait konsep pengurangan risiko pada produk tembakau alternatif.

Lakpesdam PBNU dalam penelitian tersebut memaparkan pendekatan fikih terhadap berbagai inovasi teknologi, di mana dalam hal ini difokuskan pada topik inovasi produk tembakau alternatif.

Berdasarkan sejumlah kajian ilmiah, produk tembakau alternatif yang dikonsumsi dengan cara dipanaskan diyakini memiliki risiko kesehatan lebih rendah.

Tim Penulis Lakpesdam PBNU Idris Masudi menjelaskan dalam konteks fikih, inovasi teknologi diperbolehkan bahkan dianjurkan sebagai upaya memberikan manfaat (kemaslahatan) yang lebih besar bagi umat manusia. Kemaslahatan yang dimaksud antara lain adalah upaya menurunkan risiko kesehatan melalui penggunaan produk tembakau alternatif.

“Dalam konteks fikih Islam, mengembangkan ilmu pengetahuan melalui inovasi teknologi yang memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat tentu dianjurkan. Kami melihat inovasi yang dilakukan ini lebih banyak manfaatnya ketimbang keburukan (mudharat-nya). Pertama, produk tembakau alternatif secara ilmiah terbukti mengurangi risiko kesehatan. Kedua, secara ekonomi produk ini masih menggunakan tembakau sebagai bahan dasar sehingga tidak mengganggu perekonomian petani-petani dari kalangan NU,” kata Idris Masudi,

Menurut Idris, kehidupan warga Nahdlatul Ulama (NU) sangat akrab dengan tembakau, bukan saja karena banyak warga NU yang merokok, tetapi juga tidak sedikit warga NU yang kehidupan ekonominya bergantung pada tembakau.

Berbagai inovasi dilakukan dalam upaya bersama mempertahankan kiprah sektor tembakau dan di saat yang sama mendorong pengurangan risiko kesehatan.

Idris menambahkan, sejumlah negara di berbagai belahan dunia telah melakukan riset dan kajian mendalam mengenai produk tembakau alternatif.

Produk tembakau alternatif telah tersedia di negara-negara maju seperti Inggris, Jepang, dan negara-negara lain di Eropa. Begitu juga dengan negara muslim seperti Palestina dan Kazakhstan yang telah menyediakan produk tembakau alternatif yang diyakini mampu mengurangi risiko bagi kesehatan.

Dewan Perumus Lembaga Bahtsul Masail PBNU sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo KH Azizi Hasbullah menyatakan perlu ada pembahasan lebih mendalam mengenai hukum produk tembakau alternatif.

Sejauh ini, PBNU baru menerbitkan hukum untuk rokok konvensional. Pembahasan mengenai satu persoalan keumatan dilakukan melalui Lembaga Bahtsul Masail (LBM), sebuah forum musyawarah NU untuk mencari jawaban atas berbagai masalah yang berkembang di masyarakat.

“Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) pada tahun 2011 telah menyatakan bahwa rokok hukumnya hanya sampai pada mubah dan makruh. Para ulama yang mengikuti forum ini menilai tidak ada dasar yang kuat untuk mengharamkan rokok, sehingga rokok elektrik pun juga boleh saja digunakan,” jelas KH Azizi.

KH Azizi juga menambahkan dengan kegiatan bedah buku hasil penelitian Lakpesdam PBNU terkait produk tembakau alternatif ini, diharapkan seluruh warga NU khususnya di wilayah Kediri dapat memiliki referensi yang kuat mengenai topik tersebut.

Regulasi Pemerintah
Selain aspek agama, Lakpesdam PBNU menemukan fakta bahwa regulasi yang ada saat ini belum kondusif bagi perkembangan produk tembakau alternatif.

Tim Penulis LBM PBNU Mahbub Maafi menyatakan pemerintah melihat produk tembakau alternatif sebagai objek penerimaan cukai. Padahal, produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan lebih rendah.

“Pemerintah masih melihat sebagai objek cukai yang bisa mendatangkan devisa negara, namun belum menyadari nilai positif yang diberikan dari produk tembakau alternatif yang merupakan hasil dari pengembangan teknologi. Pemerintah harus mempunyai kerangka regulasi baru untuk produk tembakau alternatif sehingga menurunkan angka prevalensi perokok ,” kata Idris.

Baca juga: Pengembangan teknologi buktikan produk tembakau alternatif minim risiko

Baca juga: Era disrupsi, rokok alternatif berpotensi gusur rokok konvensional

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019