Jakarta (ANTARA News) - Mantan Dirut Perum Bulog Widjanarko Puspoyo terancam pidana penjara seumur hidup karena diduga terlibat sejumlah tindak pidana korupsi dalam impor sapi pada 2001 dan ekspor beras ke Afrika Selatan pada 2005, serta penerimaan hadiah atas pengadaan komoditas Bulog.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Widjanarko telah melakukan tindak pidana korupsi, seperti diatur dalam pasal 2 (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 seperti diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara maksimal seumur hidup.
Pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mencantumkan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Dalam dakwaan kesatu primer, Widjanarko didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus impor sapi dari Australia pada 2001. Pengadaan sapi itu tidak terwujud, dan sapi jaminan dari rekanan bulog tidak bisa diambil alih.
Pengadaan sapi dilakukan Bulog bekerjasama dengan PT Lintas Nusa Pratama (LNP) dan PT Surya Bumi Manunggal (SBM).
Untuk keperluan itu, Widjanarko memerintahkan pembayaran kepada kedua rekanan Bulog tersebut, yaitu sebesar Rp4,9 miliar kepada SBM dan Rp6,1 miliar kepada LNP.
Pembayaran tetap dilakukan meski kedua rekanan Bulog tersebut tidak melengkapi syarat perjanjian, yaitu pembukaan garansi bank, pernyataan dari bank bahwa garansi sedang diproses, serta surat bukti kepemilikan sapi jaminan.
"Perbuatan itu telah merugikan keuangan negara, dalam hal ini Perum Bulog," kata JPU Yuni Daru Kinarsih.
Dalam impor sapi itu, JPU juga mendakwa Widjanarko telah menguntungkan orang lain, yaitu dua rekanan Bulog, seperti diatur pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan kesatu subsider.
JPU juga mendakwa Widjanarko dalam ekspor beras Bulog sejumlah 50 ribu metrik ton ke Afrika Selatan pada 2005.
Dalam dakwaannya, JPU menyatakan telah terjadi manipulasi harga beras menjadi Rp1.818 per kilogram, berbeda dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 474/KMK.02/2004 yang mengharuskan beras dijual dengan harga Rp3.334 per kilogram.
Akibat perbuatan itu, kata JPU Kuntadi, telah terjadi kerugian keuangan negara senilai Rp78,3 miliar.
Oleh karena itu, JPU mendakwa Widjanarko dengan menggunakan pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan primer karena telah merugikan keuangan dan perekonomian negara, serta pasal 3 UU yang sama dalam dakwaan subsider.
Dalam dakwaan ketiga, JPU menyatakan Widjanarko telah menerima hadiah menerima dalam pengadaan beras hasil kerjasama Bulog dengan Vietnam Southern Food Corporation pada 2001-2002.
Perbuatan itu dinilai melanggar hukum, seperti diatur dalam pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Vietnam Food diduga telah mengirimkan uang sekitar 1,6 juta dolar AS ke PT Arden Bridge Investment (ABI) milik adik Widjanarko, Widjokongko Puspoyo.
Dari PT ABI, uang diduga mengalir ke rekening Widjanarko sebesar 10 ribu dolar AS dan 20 ribu dolar AS pada 7 September 2004 dan 6 Oktober 2004.
Uang juga diduga mengalir untuk penyertaan modal keluarga Widjanarko di PT Samudra Adidaya Sentosa (SAS) sebesar 250 ribu dolar AS dan 118 ribu dolar AS pada Juli dan Agustus 2003.
Selain itu, uang senilai 10 ribu dolar AS, 100 ribu dolar AS, 9.470 dolar AS, serta 2.500 dolar AS mengalir ke rekening Renaldy Puspoyo, anak Widjanarko, pada September 2004.
Uang juga mengalir dalam bentuk rupiah untuk keperluan rumah atas nama Renaldy Puspoyo senilai Rp3 miliar dan Rp809 juta pada Januari 2004 dan Februari 2004.
Puteri sulung Widjanarko, Winda Nindyati, juga diduga menerima aliran uang senilai Rp1 miliar.
Menanggapi dakwaan JPU, Widjanarko Puspoyo menyatakan pengadilan umum tidak berhak memeriksa dan mengadili perkara yang diduga melibatkan dirinya, karena perkara tersebut termasuk dalam urusan tata usaha negara.
"Yang menjadi kompetensi tata usaha negara bukan menjadi kompetensi pengadilan umum," katanya.
Widjanarko juga menyangkal menerima hadiah terkait jabatan yang disandangnya. Dia juga menegaskan bisnis keluarganya sama sekali tidak terkait dengan kegiatan Bulog.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007