Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan membentuk komite yang mengawasi, memberi arahan penyelesaian masalah pelaksanaan nota kesepahaman (MoU) pembiayaan kredit kepada pelaku usaha mikro kecil menengah dan koperasi (UMKMK). "Nanti akan ada suatu komite yang akan memantau dan memberikan arah serta melakukan penyelesaian masalah (kalau itu ada) dalam rangka melaksanakan program pembiayaan UMKMK ini," kata Menko Perekonomian Boediono di Gedung Utama Departemen Keuangan Jakarta, Selasa. Menurut Boediono, komite itu akan terdiri dari berbagai pihak termasuk dari kalangan pemerintah tetapi tidak menutup kemungkinan dari pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan MoU pembiayaan UMKMK itu. "Komite ini akan kita bentuk dalam waktu secepatnya," kata Boediono. Namun, menurut Boediono, pelaksanaan penyaluran kredit dari bank kepada pelaku UMKMK tidak perlu menunggu terbentuknya komite tersebut. "Ada berbagai UMKMK yang sudah siap dibiayai. Saya persilahkan perbankan untuk menjangkaunya dalam waktu tidak terlalu lama lagi. Saya berharap MoU ini dapat mulai berjalan dalam bulan-bulan ini. Kalau ada masalah di lapangan kami siap memfasilitasi," kata Boediono. Ada tiga pihak yang terlibat dalam MoU pembiayaan UMKMK itu yaitu pemerintah, perbankan, dan lembaga penjaminan kredit. Pemerintah telah memberi tambahan modal kepada PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan PT Sarana Pengembangan Usaha (SPU) masing-masing Rp850 miliar dan Rp600 miliar. Tambahan modal itu diharapkan meningkatkan penjaminan kredit kepada UMKM. "Ini merupakan program untuk menjangkau UMKMK lebih banyak lagi dan lebih intensif dari segi pembiayaan," kata Boediono. Menurut dia, pemerintah akan memperluas cakupan program tersebut jika pelaksanaannya pada 2007 ini menunjukkan hasil yang menggembirakan. "Sasarannya adalah semua jenis UMKMK yang kita anggap produktif. Sektornya di manapun, termasuk pertanian, kelautan, perikanan, perindustrian, dan sektor lainnya," katanya. Isi MoU itu antara lain suku bunga maksimum pemberian kredit adalah 16 persen, maksimum kredit Rp500 juta, dan pembagian risiko kalau macet adalah sebesar 70 persen untuk lembaga penjamin kredit dan 30 persen untuk bank. "Premi asuransi jaminan kredit dibayar oleh pemerintah. Jadi tidak boleh dibebankan kepada nasabah," kata Boediono.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007