Kota Kinabalu (ANTARA News) - Pemerintah Negara Bagian Sabah dan Pemprov Kalimantan Utara akan berusaha untuk merealisasikan rencana pelaksanaan tata niaga perdagangan antara kedua dua wilayah dengan memberlakukan mata uang ringgit atau rupiah tanpa menggunakan dolar Amerika Serikat (AS).
Ketua Menteri Sabah Datuk Seri Mohd Shafie Apdal mengemukakan rencana itu saat jumpa pers bersama Gubernur Kalimantan Utara, Dr H.Irianto Lambrie, usai kedua pemimpin bertemu di Kota Kinabalu, Selasa, sebagaimana dilansir media setempat.
Shafie mengatakan, jika berhasil, langkah tersebut dapat meningkatkan nilai mata uang kedua negara selain mampu mempercepat dan memudahkan perdagangan.
Shafie mengatakan rencana tersebut mampu dilaksanakan karena sebelum ini Indonesia dan Thailand telah berhasil melaksanakan perdagangan antara kedua negara dengan menggunakan mata uang baht dan rupiah.
"Hal ini satu langkah yang cukup baik kalau di antara Malaysia dan Indonesia juga kita menggunakan mata uang masing-masing. Ini akan mengukuhkan bukan hanya ringgit bahkan juga rupiah juga," katanya.
Hubungan perdagangan pantai timur Sabah dengan Kalimantan telah lama terjalin terutama aktivitas ekspor dan impor barang keperluan sehari-hari.
Sebelumnya, Mohd Shafie mengatakan Pemerintah Negeri Sabah mempunyai rencana untuk meningkatkan lagi kegiatan perdagangan antara kedua wilayah agar mampu memberi dampak ekonomi kepada negeri, termasuk membuka peluang pekerjaan di Pantai Timur Sabah.
Mengulas mengenai pertemuan tersebut, dia mengatakan fokus utama perbincangan adalah proses meningkatkan hubungan dagang antara kedua belah pihak, termasuk membuat keputusan yang baik bagi perkara-perkara yang terkait di kedua pemerintah.
"Ada beberapa langkah yang telah kita rinci di peringkat komunitas teknis dan ini akan diperbincangkan lebih lanjut, melibatkan Pemerintah Jakarta dan Kuala Lumpur sedangkan di tingkat Negeri Sabah dengan Kalimantan Utara bisa diselesaikan bersama," katanya.
Related News: ASEAN Punya Prospek Bentuk Mata Uang Tunggal
Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019