Sorong (ANTARA News) - Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM PB Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Muhammad Arman mengatakan isu impor beras dalam debat calon presiden (capres) seharusnya sudah tidak ada jika pemerintah mau memperkuat pangan lokal.

“Debat capres kenapa malah impor beras yang diperdebatkan. Kenapa tidak bicara soal pangan lokal?” kata Arman saat melakukan media briefing di Sorong, Selasa.

Padahal, menurut Arman, pangan lokal itu tersedia di masyarakat adat hingga masyarakat lokal di masing-masing daerah.

Dirinya meyakini jika pemerintah mau memperkuat memperkuat pangan lokal, dengan memberikan kesempatan masyarakat adat dan lokal mengolahnya, pasti persoalan itu bisa terjawab.

Dalam debat capres 2019 putaran kedua yang digelar pada Minggu (17/2), baik Joko Widodo maupun Prabowo masih memperdebatkan isu impor beras.

Baca juga: Impor beras disebut terjadi karena data tak valid

“Saya ingin bertanya bahwa Bapak Jokowi waktu menjabat Presiden, dalam berbagai kesempatan menyampaikan tidak akan impor komoditas pangan. Ternyata dalam empat tahun bapak memimpin bapak banyak sekali mengimpor komoditas itu, ada datanya semua. Ini terus terang saja, yang kami dengar sangat memukul kehidupan petani kita, petani tebu panen tetapi gula dari luar masuk dalam jumlah yang sangat besar jutaan ton, dan juga komoditas lain padahal bapak banggakan produksi naik," kata Prabowo.

Ia kembali bertanya mengapa masih ada impor beras jika memang ternyata terjadi surplus.

Jokowi menanggapi impor yang dilakukan bertujuan untuk menjaga stok beras nasional. Pada 2017, impor jagung mencapai 2,5 juta ton sedangkan pada 2018 impor mencapai 180 ribu ton.

Selain itu Jokowi juga mengatakan bahwa pada 2018 produksi beras mencapai 33 juta ton, sedangkan konsumsi rakyat Indonesia sekitar 29 juta. Impor dilakukan hanya untuk menjaga ketersediaan stok, menstabilisasikan harga.


Baca juga: Peneliti Indef: Impor seharusnya jadi opsi terakhir

Baca juga: Jurkamnas Prabowo-Sandi: penurunan impor jagung diikuti peningkatan impor gandum

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019