Kebijakan yang dikeluarkan harus konsisten serta visioner minimal 25 tahun ke depan. Sebab usia tanaman perkebunan cukup panjang berbeda dengan tanaman lainnya

Jakarta, (ANTARA News) - Pembangunan perkebunan di tanah air tidak bisa dilakukan secara jangka pendek namun perlu kebijakan jangka panjang karena komoditas perkebunan berbeda dengan tanaman semusim seperti tanaman pangan.

"Jadi untuk membangun (komoditas) perkebunan diperlukan nafas yang cukup panjang sehingga caranya pun berbeda dengan membangun komoditas lainnya," kata Direktur Eksekutif PASPI (Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute) Tungkot Sipayung di Jakarta, Selasa.

Artinya, menurut dia, untuk membangun perkebunan harus dilihat secara menyeluruh, dan itu memerlukan investasi yang cukup besar serta berkelanjutan.

Sebab, lanjutnya, jika salah dalam membangun perkebunan atau dilakukan secara setengah-setengah maka dampak kerugiannya akan jauh lebih besar.

Oleh karena itu, dia menegaskan untuk membangun perkebunan harus dibuat peta jalan jangka panjang, salah satunya pada sektor perkebunan kelapa sawit.

"Ini karena perkebunan adalah tanaman keras dan usia tanamannya cukup panjang," ujar Tungkot yang juga akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Terkait hal itu, menurut dia, untuk membangun sektor perkebunan kelapa sawit tahun 2045 sudah harus disusun peta jalannya dari sekarang.

Sehingga untuk membangun perkebunan dibutuhkan orang yang konsisten dan serius serta berpengalaman di bidangnya. Itu karena membangun perkebunan tidak bisa dilakukan dengan sekejap.

"Jadi dalam hal ini kebijakan yang dikeluarkan harus konsisten serta visioner minimal 25 tahun ke depan. Sebab usia tanaman perkebunan cukup panjang berbeda dengan tanaman lainnya," katanya.

Senada dengan itu, Sekjen Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gaperindo) Gamal Nasir menyatakan selain jangka panjang , untuk membangun perkebunan dibutuhkan kebijakan yang konsisten, mengingat sektor ini sebagai peraih devisa terbesar nasional.

"Atas dasar itulah perkebunan harus diselamatkan, apalagi komoditas perkebunan secara umum sebagian besar diusahakan oleh masyarakat atau petani swadaya. Sehingga yang dibutuhkan tidak hanya bagi-bagi benih tapi juga mengedukasi petaninya mengingat perkebunan adalah tanaman tahunan," katanya.

Sekjen Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gaperindo) Gamal Nasir (subagyo)

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor pertanian pada 2017 mencapai Rp441 triliun, atau naik 24 persen dibandingkan 2016 yang hanya Rp355 triliun.

Dari angka tersebut, ekspor di komoditas perkebunan meningkat sebesar 26,5 persen atau dari 25,5 miliar dolar AS atau Rp341,7 triliun menjadi 31,8 miliar dolar AS atau menjadi 432,4 triliun.

Mantan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian itu menyatakan, melihat pentingnya komoditas perkebunan sebagai penyangga ekonomi maka perlu adanya kesinambungan program pengembangan dapat dilanjutkan dengan orientasi pada pengembangan kawasan yg ditunjang dengan penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas SDM dan pengembangan sistem kemitraan dalam setiap suksesi kepemimpinan di Kementerian Pertanian.***1***

Baca juga: Pemerintah ingin wujudkan perkebunan rakyat di perbatasan
Baca juga: Sektor perkebunan sumbang devisa 21,4 miliar dolar AS

Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019