Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuannya, BI-Rate, pada 8,25 persen, diperkirakan akan memicu rupiah terus menguat.
"Stabilnya BI Rate mengakibatkan selisih bunga rupiah terhadap dolar AS cukup besar sekitar 3,50 persen (8,25-4,75)," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega, Kostaman Thayib, di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan "spread" yang cukup besar itu akan mendorong pelaku asing menempatkan dananya di pasar domestik, seperti Surat Utang Negara (SUN), Obligasi Ritel Indonesia (ORI) dan IPO (initial public offering).
Bahkan investor asing optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin berkembang, dengan aktifnya pemerintah melakukan pembenahan diri, seperti memicu pertumbuhan sektor infrastruktur dan aktifnya perbankan menyalurkan kredit, katanya.
Para pelaku pasar masih memegang rupiah, mereka khawatir untuk membeli dolar AS, karena resesi yang akan terjadi di negara itu cukup berat.
Bank Sentral AS (The Fed) sendiri berencana akan menurunkan kembali tingkat suku bunganya untuk mendorong pertumbuhan ekonominya, meski mereka mengabaikan inflasi, tuturnya.
Menurut dia, bertahannya BI Rate itu, karena laju inflasi Oktober 2007 lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya.
Meski demikian BI masih mempunyai peluang untuk menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 8 persen pada November nanti, kalau laju inflasi pada bulan tersebut menurun.
Laju inflasi pada November diperkirakan menurun, karena belanja masyarakat mulai berkurang, setelah lebaran, katanya.
Menurut Kostaman, penurunan BI Rate pada bulan November sangat memungkinkan, karena pada bulan itu laju inflasi cenderung menurun.
"Kami optimis BI akan menurunkan BI Rate melihat kegiatan pasar pada bulan tersebut agak berkurang, karena kegiatan masyarakat untuk membeli barang mulai mengendor," katanya.
Suku bunga BI Rate, lanjut dia, yang mencapai 8 persen diperkirakan masih tetap menarik bagi investor asing.
Karena, selisih tingkat bunga rupiah dan dolar AS masih di atas 3 persen (8-4,75 persen) yang dinilai masih tinggi dibanding negara-negara Asia lainnya, katanya.
Menurut dia, suku bunga BI Rate pada 8 persen itu diperkirakan akan bertahan hingga akhir tahun ini, karena laju inflasi pada Desember cenderung meningkat yang menahan BI mempertahankan bunga BI Rate.
Apabila inflasi pada tahun ini (year on year) diperkirakan mencapai 6,5 persen, sesuai dengan target pemerintah maka suku bunga acuan BI Rate masih lebih tinggi (real income) sebesar 1,5 persen, katanya.
Pengamat Perbankan dari Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan dalam kesempatan terpisah mengatakan, BI Rate masih bertahan pada level 8,25 persen, maka rupiah masih berpeluang untuk bisa mencapai level Rp9.000 per dolar AS.
Apalagi dengan masuknya dana asing ke instrumen pemerintah diharapkan akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional makin berkembang yang didukung sektor infrastruktur.
"Kami optimis pertumbuhan ekonomi nasional akan tumbuh lebih besar dibanding tahun lalu dengan dukungan semua sektor," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007