Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengharapkan Mahkamah Agung (MA) segera memutuskan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa, menyatakan, lembaganya telah menyelesaikan seluruh proses untuk menghadapi PK yang dilakukan oleh Irman Gusman hingga ke kesimpulan yang diserahkan pada Ketua MA melalui Ketua PN Jakarta Pusat pada 21 November 2018.
"Selanjutnya, kami mempercayakan proses hukumnya pada MA yang diharapkan dapat memberikan putusan terhadap PK tersebut," kata Febri.
Secara umum, kata dia, KPK menilai tidak ada hal yang baru yang dapat dikategorikan novum atau bukti baru yang diajukan pihak Irman Gusman dalam PK tersebut sehingga KPK meyakini permintaan KPK sudah tepat agar hakim menolak PK tersebut.
KPK juga menegaskan bahwa Irman Gusman dikenakan pasal suap sebagaimana yang telah diatur di Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan bukan pasal pidana memperdagangkan pengaruh.
"KPK pun menilai tujuh bukti yang diklaim sebagai novum oleh pihak Irman Gusman, bukan novum atau tidak dapat dikualifikasikan sebagai keadaan baru atau bukti baru/novum," kata Febri.
Pertama, ucap Febri, keterangan pemilik CV Semesta Berjaya Memi sebagai saksi telah disampaikan di persidangan dan didukung oleh bukti-bukti lain seperti bukti komunikasi melalui aplikasi "whatsapp", bukti rekaman pembicaraan dengan Irman Gusman, dan keterangan saksi lain.
"Sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai novum," kata Febri.
Kedua, ia mengatakan bahwa untuk substansi bukti undangan pernikahan, print e-tiket, dan surat perintah setor sudah disampaikan pihak Irman Gusman di persidangan.
"Peristiwa-peristiwa terkait, bukti-bukti tersebut juga sudah muncul di fakta persidangan sehingga bukan lah novum," ujarnya.
Selanjutnya ketiga, untuk buku "Menyibak Kebenaran", KPK menilai tidak dapat dijadikan novum sebagaimana diatur pada Pasal 263 (2) KUHAP.
"Hal ini pun dikuatkan dengan keterangan ahli yang diajukan di persidangan PK yang telah memberikan pendapat pada pokoknya berpendapat bahwa pendapat dari seseorang atau beberapa orang ahli (yang dibukukan) tidak dapat dijadikan sebagai novum," tuturnya.
Demikian juga, kata Febri, dengan dua putusan pidana yang diajukan sebagai bukti.
"Menurut KPK, bukti tersebut tidak dapat dinilai dan dianggap dapat meniadakan pembuktian semula dan tidak memiliki sifat serta kualitas yang dapat menimbulkan dugaan kuat sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai novum," ujar Febri.
Sebelumnya pada Februari 2017, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah memvonis Irman 4 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokoknya karena dinilai terbukti menerima Rp100 juta dari pemilik CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan Memi.
Baca juga: Irman Gusman ajukan PK
Baca juga: Irman Gusman dikirim ke LP Sukamiskin
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019