Hal itu menurut dia terlihat dari sikap Prabowo yang tidak pernah mau menyerang sisi pribadi dalam debat. "Prabowo tidak pernah mau menyerang pribadi dalam debat namun justru mengapresiasi kinerja pemerintah yang baik," kata Dian keterangannya di Jakarta, Senin.
Ia menilai sikap Prabowo yang tidak mau menyerang pribadi itu menegaskan bahwa Ketua Umum DPP Partai Gerindra tersebut orang yang fair. Menurut dia, sikap tersebut harus dihargai karena Prabowo berkomitmen tidak mau menyerang pribadi seseorang namun memilih mengkritisi kebijakan. "Ia sangat baik, bahkan terlalu baik dan tidak mau menyerang personal," katanya.
Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC), Zaenal A Budiyono, menilai secara umum penampilan kedua capres dalam debat kedua sudah lebih baik dibanding debat pertama yang kaku karena kungkungan kisi-kisi. Dari sisi penampilan menurut dia, dalam penyampaian pendapat dan tanggapan, ada perbedaan mendasar antara Jokowi dan Prabowo, perbedaan itu terletak pada narasi yang dibangun dan pilihan diksi keduanya.
"Meskipun banyak yang geregetan gara-gara Prabowo terlalu santun, namun pilihan strategi ini menurut saya sudah dipikirkan masak," ujar dia
Ia menyoroti tentang sosok Prabowo yang sebelumnya dipersepsikan sebagai sosok yang kaku dan otoriter apalagi masa lalunya yang penuh tuduhan membuat stigma negatif melekat. Menurut dia, di Pilpres 2014, Prabowo belum sepenuhnya bisa keluar dari "jeratan" stigma itu namun di Pilpres 2019 seolah melihat the new Prabowo yang lebih sabar, lebih humoris dan genuine.
"Peta pemilih sendiri pada umumnya cenderung bersimpati kepada pemimpin yang santun," katanya.
Menurut dia, terpilihnya Susilo Yudhoyono dalam dua periode membuktikan asumsi tersebut yaitu dipersepsikan publik sebagai tokoh yang santun dan jarang menyerang kompetitor secara berlebihan. Namun dia tidak tahu apakah perubahan sikap Prabowo di Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 karena ada pengaruh SBY.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019