Ketua APGRI Jakfar Sodikin yang dihubungi di Jakarta, Senin, menyebut upaya intensifikasi dilakukan lantaran penambahan lahan garam masih belum bisa terealisasi tahun ini.
"Penambahan lahan sepertinya masih belum. Disebutnya mau akan buka tapi belum juga jadi. Jadi paling kita intensifikasi, yaitu meningkatkan produktivitas dari tambak-tambak eksisting," katanya.
Jakfar menyebutkan upaya intensifikasi akan dilakukan di wilayah Madura, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ada pun di luar Jawa, upaya intensifikasi akan dilakukan di Bima (NTB), Pangkajene dan Kepulauan serta Jeneponto (Sulawesi Selatan).
Menurut Jakfar, upaya intensifikasi akan dilakukan dengan metode geomembran high density polyethylene (HDPE). "Teknologi itu satu-satunya yang bisa meningkatkan produksi garam," imbuhnya.
Jakfar mengklaim penggunaan teknologi geomembran HDPE akan dapat meningkatkan produksi garam rakyat dari 70 ton per hektare per tahun menjadi sekitar 100 ton per hektare per tahun.
Namun, teknologi itu masih belum optimal diterapkan di wilayah luar Jawa. Sementara penerapan teknologi tersebut di Madura telah mencapai hingga 80 persen sehingga lebih mudah meningkatkan produksi.
"Kalau di Jeneponto, Pangkajene dan Kepulauan juga Bima itu sepertinya masih agak awam sehingga perlu diintensifkan pelatihan dan pendampingan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," katanya.
Kendati telah banyak digunakan, khususnya di Madura, teknologi HDPE masih sangat membutuhkan pendampingan agar peningkatan produksi garam bisa sesuai harapan.
Pasalnya, perlu manajemen air yang baik agar tambak bisa menghasilkan garam kualitas atas (KW1) dengan produktivitas hingga 100 ton per hektare per tahun.
"Tapi kalau manajemen airnya belum bagus, HDPE bukannya meningkatkan hasil malah bisa tidak meningkat sama sekali. Makanya pendampingan dari KKP ini penting," pungkasnya.
Baca juga: Kemenperin dorong produksi garam dengan teknik isolator
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019