Kalau dulu petani menggunakan pranata mangsa, ilmu titen para leluhur kita itu sekarang sudah banyak berkurang keakurasiannya
Purworejo (ANTARA News) - Pranata mangsa yang selama ini dipegang para petani, kini tidak bisa lagi digunakan sebagai rujukan dalam bercocok tanam, kata Kepala Balai Besar Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah II Joko Siswanto.
"Oleh karena itu, BMKG menyelenggarakan Sekolah Lapang Iklim (SLI) Agroklimat bagi para petani," katanya pada SLI - Sosialisai Agroklimat bagi puluhan petani di Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Senin.
Ia berharap melalui SLI petani sadar tentang fenomena alam dan memanfaatkan deteksi apa yang telah dibuat BMKG.
"Kalau dulu petani menggunakan pranata mangsa, ilmu titen para leluhur kita itu sekarang sudah banyak berkurang keakurasiannya," katanya.
Ia menuturkan dengan ilmu yang dimiliki BMKG diharapkan musim tanam bisa optimal dengan cara memahami fenomena yang muncul dengan informasi yang dibeberkan bekerja sama dengan instansi terkait, contohnya informasi benar kemudian hamanya muncul maka kerja sama dengan dinas pertanian.
Ia mengatakan pranata mangsa itu sebetulnya suatu ilmu pengetahuan juga, tetapi zaman dulu, saat alamnya masih kondusif, masih stabil, sedangkan sekarang sudah banyak perubahan.
"Jadi hal ini yang membuat kita memodifikasi informasi menyesuaikan dengan kondisi alam yang ada," katanya.
Ia menyampaikan BMKG dengan peralatan-peralatan yang cukup canggih, mempunyai data seperti curah hujan, suhu, dan kelembaban bukan hanya setahun dua tahun, tetapi puluhan tahun.
"Melalui data-data inilah diolah kemudian dikombinasi dengan dinamika atmosfir. Atmosfir sekarang itu habis panas hujan, ini ada fenomena-fenomena global, terus yang medium, mikro. Ini tugas BMKG membuat perhitungan-perhitungan sehingga bisa membuat informasi musim tanam itu cocoknya kapan, karena iklim tidak bisa diubah, bibit dapat dipilih, tetapi ilim bukan domain kita," katanya.
Koordinator BMKG Jawa Tengah Tuban Wiyoso mengatakan sosialisasi agroklimat yang merupakan bagian SLI dengan tema meningkatkan kemampuan petani dalam mengantisipasi iklim ekstrem untuk mendukung ketahanan pangan.
Ia menyampaikan latar belakang kegiatan soasilaisasi agroklimat ini adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan khsusunya padi jagung dan kedelai (pajale) yang diperluas untuk hortikultura.
"Sosialisasi agroklimat ini memasyarakatkan dan meningkatkan pengetahuan pada penyuluh dan petani dalam memanfaatkan informasi iklim agroklimat di wilayah kerja guna melakukan antisipasi dampak fenomena iklim cuaca ekstrem," katanya.
Menurut dia memasyarakatkan SLI-sosialisasi agroklimat pada kelompok tani sehingga keterampilan dan pengetahuannya mengenai cuaca dan iklim ekstrem dapat ditingkatkan agar para petani dapat melakukan adaptasi terhadap usaha pertaniannya apabila terjadi iklim ekstrem seperti banjir dan kekeringan.
Baca juga: Petani bawang putih dibekali pengetahuan iklim
Baca juga: Petani Temanggung ikuti sekolah lapang iklim
Baca juga: BMKG Bogor dirikan sekolah lapang iklim
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019