Banda Aceh (ANTARA News) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) diminta proaktif mengatasi gangguan harimau dan gajah di sejumlah wilayah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang dalam beberapa bulan terakhir menewaskan sedikitnya 10 penduduk. "Konflik antara satwa dengan masyarakat itu jangan dianggap sepele. Masalah tersebut harus segera ditangani BKSDA sebagai lembaga berwenang," kata Ketua Komisi B DPR Aceh, Hamdani Hamid, di Banda Aceh, Senin. Ia mengatakan tercatat tidak kurang dari sepuluh orang warga di Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Barat dan Aceh Singkil tewas dimangsa harimau dan buaya serta diinjak gajah. "Jadi masalah gangguan konflik manusia dengan satwa liar namun dilindungi itu tidak bisa dibiarkan berlanjut. Karena itu, BKSDA jangan hanya mencari penyebab gangguan tetapi atasi segera masalah tersebut sehingga tidak jatuh korban lebih banyak," tambahnya. Hamdani menyatakan bukan sebuah alasan BKSDA kekurangan dana untuk mengatasi gangguan satwa liar dilindungi yang situasinya semakin kritis di Aceh. "Kalau masalah kekurangan dana, BKSDA bisa membicarakan dengan eksekutif atau legislatif. Jika memang ada kemauan maka masalah dana itu bukan sesuatu halangan bagi BKSDA untuk bekerja," kata dia. Ketua Komisi B DPR Aceh itu juga mengkritisi kebijakan moratorium yang telah dicanangkan pemerintah Aceh. "Saya melihat kebijakan moratorium yang telah dicanangkan itu belum berjalan seperti diharapkan, buktinya hingga kini masih terlihat maraknya penebangan liar di beberapa daerah di Aceh," kata dia. Oleh karena itu, aksi penebangan liar itu telah berdampak terganggunya habitat satwa liar sehingga binatang tersebut masuk ke kawasan pemukiman penduduk, ujar Hamdani Hamid.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007