"Kami menginginkan perdamaian dan kestabilan di Libya," kata Isler, yang menyeru semua pihak yang terlibat agar "memainkan peran positif dan menghindari standar ganda".
Saat peringatan kedelapan Revolusi 17 Februari, yang mengakhiri 42 tahun kekuasaan Muammar Gaddafi di Libya, Isler menilai pencarian perujukan nasional di Libya dan situasi saat ini di negeri itu.
Isler, yang juga adalah anggota Parlemen dari Partai Keadilan dan Pembangunan --yang berkuasa, mengatakan kepada Kantor Berita Turki Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu malam-- sangat mudah untuk mencapai penyelesaian di Libya dengan itikad politik.
Ia menambahkan perang saudara pasca-Arab Spring serupa dengan yang terjadi di Suriah dan Yaman, dan mengakhiri perang di Suriah akan memiliki dampak domino bagi wilayah tersebut.
Baca juga: Turki buka kembali Kedubes di Tripoli
Utusan khusus itu mengecam propaganda anti-Turki yang disebarkan oleh Khalifa Haftar --mantan jenderal di bawah Gaddafi-- di media Mesir, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
"Negara yang menanam modal pada kebuntuan di Libya dengan menyediakan berbagai jenis senjata, menyalahkan Turki dalam upaya memanipulasi diri mereka dan menyembunyikan kerentanan mereka," kata Isler.
"Kalau saja Turki mendukung satu pihak seperti yang kalian lakukan, kami tentu akan mengubah keseimbangan di lapangan. Kalian berdusta," tambah Isler.
Ketika berbicara mengenai upaya PBB bagi peta jalan di Libya, Isler mengatakan Turki mengharapkan penerapan bertahap upaya tersebut.
Ia menyatakan bahwa Haftar, yang didukung oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat --yang bermarkas di Tobruk, tapi tidak terlibat dalam kesepakatan politik, berusaha memperkuat pengaruhnya dengan melancarkan operasi di bagian selatan negeri itu.
Baca juga: Turki Akui Dewan Pemberontak Libya
Ia mengatakan pelaku utama di wilayah tersebut tidak peduli dengan perpecahan di Libya dan status quo di negeri itu.
Isler juga mengatakan setelah pengangkatannya sebagai utusan khusus, ia mula-mula mengunjungi bagian timur negeri tersebut. Ia bertemu dengan pelaku politik selain Haftar dan menyampaikan kepada mereka pesan jelas bahwa Turki menentang campur tangan asing di negeri itu dan dialog politik adalah satu-satunya cara untuk maju.
Libya telah dilanda kerusuhan sejak 2011, ketika aksi perlawanan berdarah yang didukung NATO mengakibatkan tersingkirnya dan tewasnya Gaddafi setelah lebih dari empat dasawarsa berkuasa.
Sejak itu, perpecahan politik parah di Libya telah menghasilkan dua pemerintah yang bersaing --satu di Tobruk dan satu lagi di Tripoli-- dan dipenuhi kelompok milisi yang bersenjata berat.
Redaktur: Chaidar Abdullah
Pewarta: Antara
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019