Jakarta (ANTARA News) - Bak sebuah pertandingan sepak bola, prediksi soal debat calon presiden (capres) 2019 putaran kedua yang bakal digelar Minggu (17/2), sudah berseliweran.

Energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan hidup menjadi topik yang menjadi berdebatan.

Berbeda dengan isu energi dan pangan yang diprediksi akan panas dalam perdebatan, isu lingkungan justru mendapat prediksi dingin dari kalangan pemerhati, akademisi maupun aktivis lingkungan.

Pada debat capres putaran kedua nanti, Minggu (17/2), bahkan pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengkhawatirkan isu-isu terkait dengan lingkungan akan “tenggelam”, kalah pamor dengan pangan serta energi.

Persoalan lingkungan bukannya tidak banyak di negeri ini. Masalahnya, bahkan dalam visi dan misi kedua capres-cawapres yang bertanding pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, arah kebijakan yang akan diambil nantinya tidak ”terbaca jelas”.

“Jadi tidak bisa kita berharap banyak,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Teguh Surya.

Sementara Manajer Kampanye Keadilan Iklim Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yuyun Harmono justru mengatakan belum bisa memperkirakan bagaimana isu lingkungan akan bergulir dalam perdebatan capres mendatang.

Terhadap petahana, tentu masyarakat lebih bertanya,”Selanjutnya apa?”. Namun jauh-jauh hari ternyata para aktivis dan pemerhati lingkungan pun sudah menyayangkan visi-misi Joko Widodo (Jokowi) --yang pada Pilpres 2019 berpasangan dengan Ma’ruf Amin-- yang terlalu umum dibanding 2014, kata Yuyun.

Sementara Prabowo Subianto, yang berpasangan dengan Sandiaga Uno pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, juga tidak menjabarkan secara jelas di dalam visi-misinya, hanya menyebut pemerintahan yang berwawasan lingkungan.

Capres dengan nomor urut 2 ini belum sampai berbicara soal mengintegrasikan isu lingkungan pada rencana pembangunan nasional, kata Yuyun. Padahal Prabowo justru punya kesempatan lebih menjabarkan inovasi apa yang dimiliki untuk menyelesaikan persoalan lingkungan dibanding petahana.


Potensi diperdebatkan

Keberhasilan penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mungkin akan menjadi salah satu isu yang akan diangkat oleh Jokowi. Hal ini berkaca pada keberhasilan menurunkan jumlah titik api dalam empat tahun terakhir pascakarhutla besar 2015 yang menghanguskan kawasan hutan dan lahan seluas 2,6 juta hektare (ha).

Jika melihat dari luasannya, karhutla di era 1990-an mungkin jauh lebih besar dibanding yang terjadi di 2015. Pada 1994 karhutla menghanguskan 5-11 juta ha dan pada 1997-1998 menghanguskan 10-11 juta ha area kawasan hutan dan lahan.

Namun apa yang terjadi di 2015 dampaknya menimbulkan kerugian Rp221 triliun dari sisi ekonomi, serta menyebabkan 24 orang meninggal dunia, 600 ribu lainnya terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Keberhasilan upaya pencegahan dan pemadaman karhutla sejak 2016, hingga akhirnya menurunkan secara drastis jumlah titik api sampai 90 persen, menurut Teguh, yang bakal jadi andalan Capres Jokowi.

Topik lain yang mungkin juga akan disebutkan yakni terkait Perhutanan Sosial. Meski demikian, Teguh merasa tidak yakin isu ini akan menjadi bahan debat karena populis.

Program Perhutanan Sosial pada masa Pemerintahan Jokowi yang melanjutkan era pemerintahan sebelumnya memang bergulir lebih cepat. Dalam dua tahun terakhir pemberian izin kelola untuk kelompok masyarakat melalui Perhutanan Sosial mencapai sekitar 2,53 juta ha dari 12,7 juta ha kawasan hutan yang dialokasikan.

Namun ada pula kemungkinan Capres nomor urut 02 mempunyai ide yang sama, mengingat jelas isu Perhutanan Sosial sangat populis, ujar Teguh.


Nobar debat capres

Debat capres putaran kedua yang akan dilaksanakan di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2), pukul 20.00 WIB, menghadirkan delapan panelis yang beberapa di antaranya memang ahli di bidang lingkungan hidup.

Mereka adalah Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Joni Hermana, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria, Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati, ahli pertambangan Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwandy Arif, pakar energi terbarukan Universitas Gadjah Mada (UGM) Ahmad Agus Setiawan, mantan rektor Universitas Diponegoro (Undip) Sudharto P Hadi, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika dan akademisi Universitas Airlangga (Unair) Suparto Wijoyo.

Meski banyak aktivis dan pemerhati memprediksi isu lingkungan pada debat capres putaran kedua akan “landai”, namun mereka cukup semanggat menantikan malam perdebatan tersebut.

Koalisi Golongan Hutan yang terdiri dari Walhi, Madani Berkelanjutan, Greenpeace Indonesia, Koaksi Indonesia, Kemitraan, HuMa, Change.org, Rekam Nusantara dan Econusa telah menyebar undangan Nonton Bareng (Nobar) Debat Capres II di markas Walhi.

Menurut Koordinator Desk Politik Walhi Khalisah Khalid, pilihan politik masing-masing aktivis maupun pemerhati lingkungan juga cukup berwarna. Sehingga dirinya memperkirakan suasana nobar nantinya cukup meriah.

Baca juga: Debat kedua jadi kesempatan menilai komitmen capres tuntaskan masalah lingkungan
Baca juga: Koalisi Golongan Hutan tantang capres-cawapres lanjutkan moratorium

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019