Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diminta memberikan layanan yang setara kepada masyarakat yang tinggal di wilayah terluar dan terpencil, meski banyak ditemukan sejumlah kendala seperti akses yang sulit.

"Meski transportasi tidak memadai, akses jaringan masyarakat sipil tidak mudah didapatkan, suasana militeristik dan penegakan hukum di berbagai wilayah terluar jauh dari bayangan dan imajinasi kita di Jakarta, saya ingin LPSK menaruh perhatian," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriani dalam acara "LPSK Mendengar" di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan terdapat banyak kasus penyiksaan di wilayah terluar dan pulau-pulau terpencil sehingga praktik pemberian pelayanan yang cepat dan efektif penting meski banyak tantangan.

Selain itu, masukan lain untuk LPSK dari KontraS adalah agar LPSK melakukan "intervensi" mendorong masuknya pidana kasus penyiksaan kepada pemerintah dan DPR yang saat ini tengah melakukan pembahasan RKUHP.

Dalam mekanisme pencegahan penyiksaan, lembaga-lembaga negara disebut Yati harus mengambil peran agar tidak terjadi penyiksaan di tempat pengamanan, ruang penyelidikan dan penahanan.

Untuk kewenangan perlindungan korban, menurut Yati perlu didiskusikan lebih lanjut selain perlindungan kepada korban terorisme terdampak, juga pihak yang dituduh sebagai teroris dan menerima penyiksaan serta tidak diproses hukum yang adil.

"UU terorisme yang baru cukup kuat kewenangan penegak hukum di dalamnya, tetapi di dalamnya tidak ada mekanisme kontrol dan akuntabilitas," ujar Yati.

Kemudian, LPSK diminta memberi perhatian pada kriminalisasi pembela HAM yang seringkali menjadi tersangka dan sulit didefinisikan sebagai korban.

Dalam kesempatan itu, Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan kegiatan menampung masukan, pengalaman, dan harapan dari mitra strategis itu untuk bekalnya dan jajaran menjalankan tugas hingga 2024.

"Mumpung masih di awal kepemimpinan periode 2019-2024, kami mempererat kembali hubungan dengan mitra sambil menyerap masukan, pengalamandan harapan rekan-rekan NGO," tutur Hasto.

DPR RI telah menetapkan tujuh pimpinan LPSK periode 2019-2024 yang mengucap sumpah di depan Presiden Joko Widodo pada 7 Januari 2019, yakni Hasto Atmojo Suroyo, Achmadi, Antonius Wibowo, Edwin Pasaribu, Livia Iskandar, Maneger Nasution dan Susilaningtias.

Baca juga: LPSK menawarkan perlindungan aktivis lingkungan NTB korban penyerangan

Baca juga: LPSK terima permohonan perlindungan saksi kasus suap Meikarta

Baca juga: Kontras desak Pemerintah-DPR tunda pengesahan RKUHP

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019