Yangon (ANTARA News) - Lebih dari seminggu setelah menindak tegas satu protes damai yang dipimpin para biksu, junta Myanmar masih terus menahan dan memeriksa mereka yang ikut serta dalam unjukrasa anti rejim itu, kata media pemerintah, Minggu. Pada hari Sabtu, pihak berwajib menahan 78 "kakitangan" protes itu, yang melanda Yangon 18-25 September, dengan peserta mencapai 100.000 biksu dan warga biasa di jalan-jalan bekas ibukota itu, kata suratkabar The New Light of Myanmar, satu media pemerintah. Dari 78 orang yang ditahan itu, enam orang dibebaskan kemudian. Dari sekitar 2.700 orang termasuk 533 biksu yang ditahan oleh pihak berwajib selama 10 hari belakangan ini, 1.600 orang telah dibebaskan termasuk sejumlah 400 biksu, kata media pemerintah itu seperti dikutip DPA. Jumlah itu tidak bisa diverifikasi secara independen karena para penguasa militer Myanmar tidak mengizinkan satu lembaga independen untuk melakukan penyelidikan terhadap tindakan kejam yang dilakukan bulan lalu itu. Komite Palang Merah Internasional (ICRC) memblokir selama beberapa bulan kunjungan ke penjara di negara itu . Militer mengaku bahwa hanya 10 orang tewas dalam aksi kekerasan itu, tetapi para aktivis Myanmar menyatakan jumlah korban tewas hampir 200 orang, mengutip perhitungan para saksi mata dari kremasi massal yang dilakukan dan kedatangan jenazah dari penjara Insein Yangon. Tindakan brutal pemerintah Myanmar itu menimbulkan kecaman keras dunia dan memperkuat tekanan internasional terhadap rejim itu untuk memprakarsai dialog dengan pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi, satu-satunya pemenang Hadiah Perdamaian Nobel di dunia yang dipenjarakan. Suu Kyi, yang meraih Hadiah Perdamaian Nobel tahun 1991 atas perannya dalam memimpin gerak anti militer yang berani, telah berada dalam tahanan rumah yang hampir dikucilkan total sejak Mei 2003 di kompleks keluarganya di Yangon. Sejak penahanan pertama tahun 1989, ia menjalani tahanan rumah 12 tahun dari 17 tahun ditahan. Dalam perundingan dengan utusan khusus PBB Ibrahmi Gambari 2 Oktober, pemimpin junta Myanmar Jenderal Senior Than Shwe setuju untuk bertemu langsung dengan Suu Kyi dengan prasyarat bahwa ia mencabut imbauan "konfrontasi" dengan rejim itu dan mengakhiri dukungannya terhadap sanksi-sanksi Barat, yang diberlakukan terhadap negara itu sejak tahun 1988 setelah rejim militer itu menumpas secara lebih brutal terhadap rakyatnya sendiri yang menewaskan sekitar 3.000 orang. Para pengamat kuatir prasyarat-prasyarat itu adalah satu manuver untuk menimpakan kesalahan pada Suu Kyi jika dialog itu dilakukan. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007