Jakarta (ANTARA News) - Sidang terakhir uji materi Pasal 42 ayat (2) UU No. 36/1999 tentang telekomunikasi (UU Telekomunikasi) dinyatakan selesai dan ditutup oleh Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman, setelah ahli dari pemerintah tidak bisa hadir dalam persidangan.
"Ini adalah sidang terakhir, maka pemohon dan kuasa Presiden untuk menyampaikan kesimpulan paling lambat Jumat 22 Februari, sekaligus dengan keterangan tertulis ahli. Sidang selesai dan ditutup," ujar Anwar di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis.
Perkara ini diajukan oleh terdakwa kasus narkotika, Sadikin Arifin, yang mengujikan Pasal 42 ayat (2) UU No. 36/1999 karena merasa telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya ketentuan tersebut.
Pasal tersebut mengatur batasan subjek yang dapat meminta rekaman percakapan yang hanya terbatas pada Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan penyidik untuk tindak pidana tertentu.
Ketentuan tersebut dinilai pemohon telah menjadikan pemohon yang menyandang status terdakwa, tidak dapat mengajukan sendiri bukti rekaman percakapan untuk kepentingan pembelaan di persidangan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Pemohon meminta Mahkamah Menyatakan bahwa Pasal 42 ayat (2) UU 36/1999 sepanjang frasa "...dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan tertulis jaksa agung dan/atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk pidana tertentu, permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan undang-undang yang berlaku”, bertentangan dengan UUD Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pemohon meminta Mahkamah supaya pasal tersebut dimaknai bahwa permintaan informasi rekaman percapakan dapat juga diajukan tersangka dan/atau terdakwa secara pribadi maupun melalui penasihat hukumnya guna kepentingan pembelaan ketika tengah menjalani proses peradilan pidana.
Pada sidang sebelumnya, Rabu (9/1), Pemerintah yang diwakili Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Ahmad M. Ramli menyampaikan kegiatan penyadapan atas informasi merupakan kegiatan yang dilarang berdasarkan undang-undang.
Namun Pasal 42 ayat (1) UU Telekomunikasi yang diuji pemohon telah mewajibkan penyelenggara telekomunikasi untuk merahasiakan informasi yang dikirim dan diterima, oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya.
Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa UU Telekomunikasi memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak pribadi.
Senada dengan hal tersebut, Anwar Rachman, Anggota Komisi III DPR yang mewakili DPR pada Senin(21/1) menyampaikan ketentuan pasal yang diuji Pemohon sama sekali tidak mengurangi hak dan kewenangan konstitusional Pemohon.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019