Banda Aceh (ANTARA News) - Gangguan gajah akan terus berlanjut di wilayah Provinsi Aceh kalau pemerintah tidak menghentikan alih fungsi hutan yang menyebabkan habitat dan daerah jelajah satwa berbelalai itu menyempit menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh.

"Konflik gajah itu tidak akan pernah berakhir sampai gajah habis, karena hutan lindung terus beralih fungsi menjadi proyek energi, tambang dan perkebunan," kata Direktur Eksekutif Walhi Aceh M Nur di Banda Aceh, Kamis.

Ia mengatakan tingginya laju alih fungsi hutan di wilayah provinsi paling ujung barat Indonesia itu, ia melanjutkan, mengubah sebagian habitat dan jalur jelajah satwa menjadi wilayah industri serta perkebunan dan memaksa gajah masuk ke areal perkebunan dan permukiman warga untuk mencari makan.

"Gajah itu sudah hidup di luar kawasan karena jalur lintasannya berubah fungsi. Gajah tidak akan berkonflik dengan manusia jika wilayah hidupnya dilindungi," kata M Nur.

Ia menambahkan pemburuan gading gajah meningkatkan ancama terhadap mamalia besar dari famili Elephantidae tersebut.

Konflik gajah sering terjadi di wilayah Provinsi Aceh termasuk Bener Meriah, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Jaya, Aceh Tenggara dan Aceh Barat hingga Kabupaten Aceh Selatan.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mencatat 103 kasus konflik gajah sepanjang 2017 dan 73 kasus konflik gajah pada 2018. Pada awal 2019, gangguan gajah kembali terjadi di Kabupaten Bener Meriah, Pidie, Aceh Barat hingga Aceh Utara.

Baca juga:
32 gajah liar rusak belasan hektare kebun warga di Aceh
Gajah liar ditemukan mati tanpa gading di Aceh

Pewarta: Irman Yusuf
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019