Kecaman itu disampaikan Wakil Indonesia di Komisi HAM Antar-Pemerintah ASEAN (AICHR) Yuyun Wahyuningrum yang menyatakan ketidaksetujuan dan keprihatinan atas penangkapan Maria Ressa, pemimpin redaksi Rappler, situs berita yang kritis terhadap pemerintah Filipina.
"Tindakan tersebut bertentangan dengan Pasal 23 Deklarasi HAM ASEAN yang menjamin kebebasan bependapat dan berekspresi," ujar Yuyun Wahyuningrum saat dihubungi ANTARA News di Jakarta, Rabu malam.
Pasal 23, lanjut Wahyuningrum berbunyi: Setiap orang mempunyai hak untuk menyatakan pendapat dan berekspresi, termasuk kebebasan untuk mempertahankan pendapat tanpa gangguan dan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi, baik secara lisan, tulisan, atau melalui cara lain yang dipilih oleh orang tersebut.
"Filipina adalah salah satu yang menandatangani Deklarasi HAM ASEAN. Saat itu, Presiden Filipina Benigno S. Aquino III menandatangani deklarasi tersebut," kata dia.
Dengan demikian, lanjut Yuyun, penangkapan Maria Ressa melanggar komitmen yang disepakati sendiri oleh Filipina.
Sebelumnya dilaporkan bahwa Maria Ressa, pemimpin redaksi Rappler, situs berita yang kritis terhadap pemerintah Filipina, ditangkap di kantor pusatnya di Manila, Rabu sore waktu setempat.
Ressa ditangkap dengan tuduhan melakukan cyber-libel atau fitnah-siber terkait pemberitaan seorang pebisnis yang diduga memiliki koneksi dengan mantan hakim.
Tuduhan itu, menurut Ressa, sebenarnya adalah usaha pemerintah Rodrigo Duterte untuk membungkam media.
Fitnah-siber menjadi yang terbaru dari serangkaian tuduhan beragam yang ditujukan kepada jurnalis senior Filipina itu.
Baca juga: Wartawan Filipina yang berselisih dengan Duterte ditangkap karena fitnah
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019