Jakarta (ANTARA News) - Ahli hukum dari Universitas Indonesia Tri Hayati mengatakan bahwa ketentuan Pasal 87 ayat (2) serta (4) huruf b dan d UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) memberi kepastian hukum bagi seluruh ASN.

"Ketentuan tersebut memberikan kepastian dan perlindungan hukum, serta menjamin perlakuan dan kesempatan yang sama bagi segenap ASN yang mematuhi regulasi yang ada," ujar Tri Hayati di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu.

Tri Hayati menyampaikan hal tersebut selaku Ahli yang dihadirkan Pemerintah dalam sidang uji UU ASN untuk perkara Nomor 87/PUU-XVI/2018, 88/PUU-XVI/2018, 91/PUU-XVI/2018 yang digelar MK.

"Sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 87 sejalan dengan teori keadilan korektif," ujar Tri.

Tri kemudian menyatakan tidak sepakat jika sanksi administratif pada ASN yang melanggar pasal yang diujikan adalah penjatuhan hukuman dua kali, mengingat sanksi administrasi dan sanksi pidana merupakan satu kesatuan.

"Pasal yang diujikan pemohon merupakan sanksi administratif yang diberikan setelah adanya sanksi pidana yang telah diputuskan oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," kata Tri.

Tri mengatakan tidak ada larangan untuk memberikan gabungan antara sanksi pidana dengan sanksi administratif atau sanksi perdata lainnya seperti denda.

Sebelumnya, para pemohon dalam dalilnya menyebutkan telah dirugikan dengan berlakunya Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (4) UU ASN yang mengatur tentang pemberhentian ASN.

Pemohon yang pernah menjadi terpidana mendalilkan kata dapat dalam Pasal 87 ayat (2) UU ASN menimbulkan pelaksanaan norma yang bersifat subjektif berdasarkan pelaksana undang-undang.

Selanjutnya, frasa "melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana" dalam Pasal 87 ayat (4) huruf d, dinilai pemohon tidak memuat klasifikasi tindak pidana secara spesifik sehigga bertentangan dengan UUD 1945.

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019