"Pendidikan merupakan kunci untuk mengubah nasib anak-anak Papua dan Papua Barat menjadi lebih baik. Saya akan memperjuangkan hak kaum marjinal, khususnya anak-anak dari ekonomi lemah, untuk memperoleh akses pendidikan yang layak," ujar Graceshella di Jakarta, Rabu.
Graceshella yang akrab disapa Selly ini menambahkan kebijakan program pendidikan harus memberikan akses pendidikan yang berkualitas seperti program afirmasi, atau pemberian hak khusus.
Menurut dia, apa yang dilakukan pemerintah untuk Papua sudah cukup baik. Akan tetapi permasalahannya adalah korupsi dan kolusi dalam proses penyeleksian dan pemberian beasiswa harus ditiadakan.
"Semua orang, tanpa memandang hanya dari kelompok suku tertentu saja, memiliki hak yang sama," katanya.
Selly menuturkan bahwa bentuk-bentuk korupsi dan kolusi dalam pemberian beasiswa ini secara tidak langsung merupakan bentuk diskriminasi.
"Saya akan terus menyuarakan hal ini agar terjadi perubahan ke depannya, khususnya di Tanah Kelahiran saya yaitu Tanah Papua," kata Shelly yang merupakan puteri asal Saireri, Papua itu.
Sebelumnya, Selly yang merupakan Ketua Delegasi Pemuda Provinsi Papua dan Papua Barat itu bertemu dengan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan. Ia merupakan perwakilan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).
Dalam pertemuan itu, FPCI yang datang bersama dengan Mantan Wamenlu Dinno Patti Djalal membawa draf visi Indonesia tahun 2045 yang digagas generasi muda dalam Konferensi Merancang Visi Indonesia 2045.
Penggagas FPCI, Dino Patti Djalal, mendorong masyarakat untuk menyokong terlaksananya strategi perubahan yang tertuang dalam draf tersebut ke dalam aksi-aksi nyata, atau program-program kerja yang terintegrasi. Hal ini dilakukan demi perubahan Indonesia lebih baik.*
Baca juga: Kerusakan cagar alam Cycloop memprihatinkan aktivis lingkungan
Baca juga: Aktivis: Festival Cycloop ajang kampanye lingkungan
Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019