Jakarta (ANTARA News) - Subdit II Fismondev Ditreskrimsus Polda Metro Jaya berhasil meringkus pasangan suami istri pelaku kasus penipuan dan penggelapan bermodus penukaran valuta asing (valas).
Dalam rilis pengungkapan kasus yang dilakukan di Mapolda Metro Jaya, Senin, pelaku yang belakangan diketahui bernama Lyana dan George, membujuk para korbannya dengan cara menawarkan penjualan mata uang asing dengan selisih yang jauh lebih tinggi dibandingkan harga di bank.
"Setelah korban memberikan uang untuk membeli, pasutri itu tak kunjung memberikan valas. Uang hasil menipu tersebut digunakan kedua pelaku untuk keperluan pribadi di mana terungkap saat diperiksa bahwa tersangka ini banyak hutangnya. Jadi uang korban ini untuk membayar hutang pribadi. Alias gali lubang tutup lubang," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya.
Argo menyatakan hingga saat ini telah ada empat orang korban dalam modus penipuan tersebut yang melapor dengan jumlah kerugian yang bervariasi.
"Korban masing-masing memberikan uang kepada pelaku, ada yang Rp700 juta, Rp2,3 miliar, Rp3,8 miliar dan sampai ada yang Rp5 miliar," ujar Argo.
Berdasarkan penyelidikan, diketahui keduanya telah melancarkan aksinya sejak September hingga Oktober 2018 dengan yang melapor sebanyak empat orang korban yang berasal dari Tangerang Selatan (Banten), Glodok (Jakarta Barat), Bukit Barisan (Medan, Sumatera Utara) dan Surabaya (Jawa Timur).
"Pasutri itu ditangkap Februari ini, setelah masing-masing korban melaporkannya kepada Polda Metro Jaya pada Oktober 2018 lalu," ujarnya.
Sementara itu, Kasubdit II Fismondev Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Harun menjelaskan modus operandi yang digunakan para tersangka adalah dengan meyakinkan para korban dengan iming-iming mendapat keuntungan lebih dari selisih mata uang asing yang lebih tinggi dari pihak bank.
Dari aksi tersebut, kedua pelaku berhasil menipu para korban hingga mencapai Rp20 miliar. Selain itu, pasutri tersebut mencetak sendiri nota pembayaran yang seolah-olah sudah terkirim dengan menggunakan mesin cetak.
"Korban merupakan rekan bisnis di luar negeri. Ya importir. Transaksi yang digunakan juga itu fiktif. Bukti pembayaran dicetak memakai komputer pribadi untuk menipu para korbannya. Total hasil penipuan ini mencapai Rp20 miliar," ujar Harun.
Dari tangan para tersangka, polisi menyita barang bukti berupa lembaran aplikasi setoran, transfer, kliring dan inkaso ke beberapa rekening bank.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP yang masing-masingnya memberikan ancaman penjara paling lama empat tahun.
Selain itu, pelaku juga dijerat Pasal 49 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b UU No 7 Tahun 1992 tentang Tindak Pidana Perbankan sebagaimana telah diubah UU No 10/1998 dengan ancaman penjara sekurangnya tiga tahun dan paling lama delapan tahun serta denda sekurangnya Rp5 miliar dan paling banyak Rp100 miliar.
Keduanya lantas disangkakan melanggar Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan hukuman paling lama 20 tahun kurungan penjara dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019