Jakarta (ANTARA News) - Penjelasan usulan interpelasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam rapat paripurna DPR Selasa (9/10) mendatang dipastikan batal karena Badan Musyawarah (Bamus) tidak dapat menjadwalkannya sehubungan banyaknya agenda yang harus dilakukan. Menurut pengusul interpelasi BLBI Andi Rahmat dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), di Jakarta, Kamis, awalnya pihaknya berkeinginan untuk menjelaskan usulan tersebut pada rapat paripurna. "Paling tidak publik tahu ada keseriusan dari lembaga ini (DPR) untuk menyerap aspirasi di masyarakat," katanya. Ia mengatakan kemungkinan penjelasan tentang usulan ini baru akan disampaikan setelah masa reses DPR. Sementara, hingga saat ini, suara fraksi untuk mendukung interpelasi ini belum bulat. "Karena masalah teknis saja, padat jadwal di masa sidang ini jadi ditunda setelah masa reses. Sebetulnya Bamus tidak memiliki kewenangan untuk melarang dan secara partisipan telah terpenuhi, hanya jadwalnya saja belum terpenuhi," kata Andi. "Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) secara resmi telah menyatakan menolak. Sementara Partai Demokrat mengambil sikap netral," katanya. Sebelumnya, sejumlah penggagas interpelasi BLBI telah menyampaikan berkas hak interpelasi kepada Ketua DPR Agung Laksono pada Kamis (27/9). Dalam berkas hak interpelasi dijelaskan bahwa BLBI merupakan skema bantuan pinjaman yang diberikan BI kepada bank yang mengalami masalah likuiditas saat terjadi krisis tahun 1998. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian pemerintah Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp144,5 triliun kepada 48 bank pada Desember 1998. Hasil audit investigasi BPK terhadap penyaluran bantuan likuiditas tersebut menemukan penyimpangan, kelemahan sistem dan kelalaian yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp138,4 triliun atau 95,78 persen dari total BLBI yang telah disalurkan hingga 29 Januari 1999. Sedangkan jumlah seluruhnya BLBI sebesar Rp650 triliun. Ketua DPR menyambut baik penggunaan hak interpelasi kasus BLBI. "Kewajiban membayar bunga obligasi rekap sebesar Rp60 triliun sangat membebani APBN," kata Agung dan menambahkan akan menindaklanjuti usul hak interpelasi ini dalam Rapat Pimpinan DPR RI.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007