Jakarta (ANTARA News) - Ahli hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti, mengatakan, keputusan remisi untuk terpidana seumur hidup, I Nyoman Susrama, merupakan akibat dari tidak adanya profiling atau karakteristik kasus dalam prosedur pemberian remisi.
"Salah satu penyebab Susrama bisa masuk daftar 115 penerima remisi itu karena dalam prosedur pemberian remisi tidak ada karakteristik kasus untuk warga binaan yang merupakan penerima remisi," ujar dia, ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan, sistem pemberian remisi dilakukan hanya berdasarkan sistem matriks atau berapa lama warga binaan sudah menjalani masa tahanan dari total lama hukuman yang diterima.
"Contoh dalam kasus Susrama, karena sudah 10 tahun maka dinilai sudah berhak mendapatkan remisi, tapi masalahnya pemberi remisi tidak melihat apa kasus yang menyebabkan dia (Susrama) dijatuhi hukuman seumur hidup," kata dia.
Menurut dia, karakteristik kasus terutama putusan pengadilan atas kasus warga binaan penerima remisi, sangat penting untuk dipelajari para pemberi remisi.
"Hal ini penting untuk mengetahui alasan kenapa warga binaan menerima hukuman tersebut," kata dia.
Lebih lanjut dia menilai, remisi yang diterima Susrama tidak ubahnya seperti grasi, karena pada dasarnya remisi tidak mengubah hukuman yang berdasarkan putusan pengadilan, namun hanya mengurangi saja.
"Di sini hukuman Susrama yang sebelumnya hukuman seumur hidup diubah menjadi hukuman pidana sementara, ini merupakan pegampunan model grasi bukan remisi karena remisi hanya mengurangi tanpa mengubah jenis hukuman," ujar Susanti.
Susrama adalah otak di balik pembunuhan wartawan Radar Bali, Anak Agung Ngurah Bagus Narendra Prabangsa. Prabangsa dibunuh karena memberitakan tindak pidana korupsi pembangunan sekolah yang dilakukan oleh Susrama.
Namun pemerintah mengeluarkan keputusan untuk memberikan remisi kepada Susrama dengan mengacu pada Pasal 9 Keppres 174/1999, yang mensyaratkan penerima remisi adalah narapidana yang dikenakan pidana penjara seumur hidup, telah menjalani masa pidana paling sedikit lima tahun berturut-turut, serta telah berkelakuan baik.
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019