Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, menjelaskan, remisi termasuk dalam kategori politik penegakan hukum, sehingga seharusnya remisi diberikan dengan melihat profil kasus dari penerima remisi.
"Karakter pidana yang satu dengan yang lain itu berbeda, sehingga harus dikaji ketika pemeritah hendak memberikan remisi," jelas Asfinawati, di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Jumat.
Terkait keputusan pemerintah untuk memberikan remisi kepada terpidana seumur hidup, I Nyoman Susrama, Asfina berpendapat karakter pidana kasus Susrama tidak bisa digolongkan sebagai pidana biasa, sehingga yang bersangkutan dijerat hukuman seumur hidup.
"Dia melakukan pembunuhan secara berencana, yang tujuannya menutupi kejahatan lainnya yaitu dugaan korupsi," katanya.
Hal ini menjadikan Susrama tidak hanya melakukan kejahatan pembunuhan biasa, namun dilakukan secara berencana dan terdapat kejahatan luar biasa lainnya yaitu korupsi, tambah Asfinawati.
Oleh sebab itu Asfinawati berpendapat bahwa remisi yang akan diberikan kepada Susrama adalah hal yang aneh dan ganjil, mengingat Susrama tidak pernah mengakui perbuatannya.
"Maka pemotongan hukuman tidaklah pantas diterima oleh Susrama, dia tidak pernah mengakui perbuatannya sehingga dia sejatinya belum lulus menjalani sistem pemasyarakatan di lapas," kata Asfinawati.
Pemerintah dikatakan Asfinawati juga harus berani bertindak tegas, dengan mencabut keputusan pemberian remisi untuk Susrama.
Hal ini penting karena dengan menyetujui remisi untuk Susrama bisa diartikan sebagai dukugan terhadap politik penegakkan hukum yang keliru.
Susrama adalah otak di balik pembunuhan wartawan Radar Bali, Anak Agung Ngurah Bagus Narendra Prabangsa. Prabangsa dibunuh karena memberitakan tindak pidana korupsi pembangunan sekolah oleh Susrama.
Namun pemerintah mengeluarkan keputusan untuk memberikan remisi kepada Susrama dengan mengacu pada pasal 9 Keppres 174/1999, yang mensyaratkan penerima remisi adalah narapidana yang dikenakan pidana penjara seumur hidup, telah menjalani masa pidana paling sedikit lima tahun berturut-turut, serta telah berkelakuan baik.
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019