Meskipun selama ini telah ada pembinaan, pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan dinilai perlu dilindungi dengan undang-undang khusus.
Kalangan DPR merespons hal itu dengan menyusun draf RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Awalnya RUU ini diajukan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kepada Badan Legislasi DPR pada 27 Maret 2018.
Kemudian pada 13 September 2018, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sebagai usul inisiatif DPR. Selanjutnya, RUU ini dibawa ke rapat paripurna DPR untuk dimintakan persetujuan.
Rapat Paripurna DPR pada 16 Oktober 2018 menyetujui RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan menjadi RUU usul inisiatif DPR. Kini RUU itu masih dalam pembahasan sekaligus uji publik untuk menyerap aspirasi, saran dan masyarakat.
Ketua Harian Fraksi PPP DPR RI Arsul Sani mengatakan Rancangan Undang-Undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan menjadi regulasi agar negara lebih memperhatikan pendidikan informal keagamaan, khususnya terkait anggaran. Maksudnya agar negara lebih memperhatikan pendidikan keagamaan nonformal karena untuk yang formal sudah diatur dalam UU Sistem Pendidikan Nasional.
Usai seminar nasional bertajuk "RUU Pesantren dan Pendidikan, Menghadirkan Negara dalam Upaya Menanamkan Pemahaman Keagamaan" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/2), Asrul mengatakan pendidikan keagamaan non formal harus diatur dalam UU agar negara hadir. Lembaga tersebut sudah terbukti efektif sebagai sarana strategis pencegahan ajaran radikal dan program kontraradikalisasi.
Menurut dia, masukan dari kalangan pesantren, Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) dan perwakilan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) menjadi bahan bagi Fraksi PPP dalam menyempurnakan draf RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI telah memberi dukungan atas RUU tersebut. Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini menegaskan bahwa fraksinya berkomitmen mengawal pembahasan RUU Pondok Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.
PKS memastikan keberpihakan kebijakan serta anggaran untuk semua jenis pondok pesantren sesuai karakteristiknya. PKS menilai ulama dan pesantren menjadi penggerak kemerdekaan dan pembangunan di Indonesia.
Ulama dan pesantren adalah tulang punggung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kehadirannya menjadi penggerak utama kemerdekaan dan pembentukan Republik Indonesia. Ulama dan pesantren punya peran dominan dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.
Karena itu jangan tanyakan kadar merah putih dan NKRI mereka. PKS paling tersinggung serta marah kalau ada yang merasa paling merah putih dan NKRI tapi mendiskreditkan, bahkan mengkriminalisasi ulama.
Saat bersilaturahmi dengan para kiai dan pimpinan pondok pesantren yang terhimpun dalam Forum Silaturahim Pondok Pesantren (FSPP) se-Kabupaten Serang, dia berharap sebelum berakhirnya masa bhakti DPR 2014-2019, RUU Ponpes dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang dan menjadi regulasi yang memberdayakan dan memajukan pesantren.
Selain itu, PKS berkomitmen untuk mendorong kebijakan negara yang berpihak pada pemuliaan ulama dan pesantren karena bangsa ini punya utang budi pada ulama sejak zaman kemerdekaan hingga saat ini. Untuk itu ulama harus ditempatkan pada posisi yang terhormat, tidak boleh ada kriminalisasi dan perkusi kepada mereka dalam berdakwah dan menyampaikan ajaran Islam.
Ketua Majelis Syuro PKS Habib Salim Segaf Aljufri juga mengatakan peran ulama dan pesantren sangat besar dalam pembangunan bangsa khususnya di Kabupaten Serang dan Provinsi Banten. Ulama dan pesantren bukan saja berkontribusi dalam kemerdekaan Indonesia tapi perannya besar dalam menjaga akidah umat serta akhlak generasi bangsa.
Atas peran dan kontribusi itu, sudah semestinya bahkan menjadi kewajiban negara untuk memperhatikan dunia pesantren dengan keberpihakan yang nyata. Karena itu dia meminta para anggota legislatif dari PKS dan kader partainya yang menjadi pimpinan di daerah untuk menghadirkan peraturan yang dapat membantu meningkatkan kualitas pondok pesantren.
Dia berharap peran dunia pesantren semakin kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya dalam menjaga akidah umat sesuai prinsip ahlussunnah waljamaah serta dalam menjaga karakter dan identitas bangsa yang beradab dan bermartabat.
Diskriminasi
Komite III DPD RI juga memberi perhatian kepada RUU tersebut. Beberapa hari lalu, Komite II DPD RI menyelenggarakan rapat dengar pendapat (RDP) mengenai RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan di Gedung DPD RI, Jakarta. Wakil Ketua Komite III DPD RI Novita Anakotta memimpin RDP ini dan menerima beragam masukan, saran dan kritikan dari pihak terkait.
Novita berharap RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang disusun DPR RI memperhatikan kepentingan umat dengan mengedepankan akhlak mulia dan penghapusan diskriminasi antara pendidikan swasta serta negeri. RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan mencoba menjadi jawaban atas kegusaran mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan keagamaan.
Novita menjelaskan, dalam konteks konstitusional, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional masih memiliki permasalahan. Dari sisi substansi, UU tersebut telah mengalami pembaharuan berupa pelaksanaan pendidikan agama dan akhlak mulia, penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah serta pendidikan yang dikelola masyarakat.
Meskipun UU ini telah mengakomodir pendidikan keagamaan, namun pada kenyataannya masih banyak lembaga pendidikan keagamaan yang belum merasakan kehadiran pemerintah baik formal ataupun nonformal. Karena itu kata senator asal Maluku Utara itu, melalui metode berbasis pendekatan keagamaan diharapkan bisa menambah keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia manusia Indonesia.
Anggota Komite III DPD RI Abdul Azis Khafia menyatakan setuju dengan adanya RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Memang perlu ada kesetaraan pendidikan agama di Indonesia dan jangan ada lagi dikotomi pendidikan agama.
Namun, sampai saat ini belum ada pembahasan yang utuh mengenai RUU ini, antara Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama Ahmad Zayadi juga sependapat bahwa RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sesuatu yang dibutuhkan. Dengan RUU ini, maka ke depan bisa mendapatkan kesetaraan baik regulasi, program kegiatan dan anggaran.
RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang menjadi prioritas DPR RI juga mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo. Di hadapan massa Nahdlatul Ulama (NU) yang menghadiri rangkaian peringatan hari lahir organisasi ke-93 di Plenary Hall Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Presiden mengatakan pemerintah terus mendorong penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pondok Pesantren.
Pemerintah terus mendorong agar Rancangan Undang-Undang Pondok Pesantren bisa segera diselesaikan. Menurut Presiden, peraturan perundangan itu penting untuk memperjelas payung hukum mengenai pengalokasian anggaran bagi pondok pesantren serta penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren.
Presiden ingin memastikan generasi muda di Tanah Air, termasuk yang menempuh pendidikan di pondok pesantren, memiliki keahlian sebagai bekal untuk menghadapi persaingan dan membawa bangsa ke era yang berkemajuan.
Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Thomas Pentury dalam RDP dengan Komite III DPD RI mengemukakan, pada dasarnya, pihaknya mendukung RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sejauh hanya mengatur pendidikan formal. Selain itu tidak memasukan pengaturan model pelayanan pendidikan nonformal gereja-gereja di Indonesia seperti pelayanan kategorial anak dan remaja.
Jangan sampai RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan memiliki kecenderungan membirokrasikan pendidikan nonformal. Khususnya bagi pelayanan anak-anak dan remaja yang dilakukan sejak lama oleh gereja-gereja di Indonesia.
Beragam masukan, saran dan kritik atas sebuah RUU tentu dibutuhkan untuk memperkaya khazanah dalam pembahasannya. Dalam kaitan inilah, diyakini bahwa kalangan parlemen senantiasa memperhatikan aspirasi dari masyarakat.*
Baca juga: F-PPP inginkan negara perhatikan pendidikan informal keagamaan
Baca juga: FPKS dukung RUU Pesantren disahkan
Baca juga: Menanti penyelesaian RUU tentang Pesantren
Pewarta: Sri Muryono
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019