Jakarta (ANTARA News) - Penelitian terbaru di China membuktikan bahwa orang yang menderita kanker di negara tersebut dikarenakan konsumsi rokok pada laki-laki dan kurangnya asupan buah pada perempuan.

Hasil penelitian yang dikutip dari jurnal internasional The Lancet di Jakarta, Jumat, menunjukkan bahwa hampir separuh dari kematian akibat kanker di China dikarenakan 23 faktor risiko yang utamanya disebabkan konsumsi rokok aktif bagi laki-laki dan kurang asupan buah pada perempuan.

“Sekira 1.036.004 kematian akibat kanker (45,2 persen dari total kematian kanker) di China tahun 2014 pada orang dengan usia di atas 20 tahun diatribusikan pada 23 faktor risiko. Kelompok populasi yang diatribusikan lebih banyak pada laki-laki (51,2 persen) dibanding perempuan (34,9 persen), dengan faktor risiko paling utama sebagai perokok aktif bagi laki-laki dan kurangnya asupan buah pada perempuan,” tulis hasil penelitian tersebut.

Penelitian yang baru dirilis pada 5 Februari 2019 tersebut menggunakan data penyakit kanker dewasa pada 2014 di 978 tingkat kabupaten pada 31 provinsi seluruh China.

Kematian akibat kanker yang mendekati 2,21 juta orang pada 2017 di China, atau berkontribusi 24,85 persen total kematian di China, tersebut juga disebabkan oleh faktor risiko lain yakni terinfeksi virus hepatitis B, kelebihan berat badan, dan infeksi virus HPV.

Dalam penelitian tersebut juga diterangkan bahwa terkena paparan partikulat PM2,5 (partikel udara yang lebih kecil dari 2,5 mikrometer), serta konsumsi alkohol turut memengaruhi terjangkit penyakit kanker.

Secara garis besar nasional jika diurutkan berdasar usia, faktor risiko kematian akibat kanker memuncak di rentang usia 35-54 tahun. Dengan faktor risiko paling memengaruhi ialah pola hidup tidak sehat seperti merokok, infeksi virus, pola makan yang bisa berakibat pada kegemukan dan diabetes, serta faktor lingkungan seperti paparan polusi.

Jumlah populasi kematian akibat kanker yang berkaitan dengan faktor risiko yang sebenarnya dapat dicegah di China hampir menyerupai negara Jepang dengan 46,2 persen dan Amerika 45,1 persen.

Baca juga: Perempuan perlu rutin tes IVA untuk deteksi kanker serviks
Baca juga: Layanan pendeteksi dini kanker "Molecular diagnostic" telah tersedia di Indonesia

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019