Palembang (ANTARA News) - Sembilan pengedar narkoba divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang, Kamis, setelah terbukti di persidangan mengedarkan narkoba di tiga lokasi, yakni Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Kesembilan terdakwa pengedar sabu-sabu dan pil ekstasi antarpulau ini, yakni Muhammad Nazwar Syamsu alias Letto (25) yang menjadi koordinator dari semua proses pengiriman narkoba, Trinil Sirna Prahara (21), Shabda Sederdian (33), Chandra Susanto (23), Hasanuddin (38), Andik Hermanto (24), Frandika Zulkifly (22), dan Faiz Rahmana Putra (23), dan Ony Kurniawan (23).
Pada sidang ini, vonis dibacakan secara bergantian oleh tiga hakim, yakni Efrata Tarigan, Achmad Syarifudin, Achmad Suhel, dan Yunus Sesa.
Kesembilan terdakwa masuk secara bergantian sehingga proses pembacaan pun memakan waktu hingga enam jam dari pukul 15:30 WIB-20:30 WIB.
Para terdakwa ini divonis bersalah dan melanggar Pasal 114 Ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Kesembilannya terbukti telah melakukan peredaran narkoba dengan jumlah besar sehingga majelis hakim dengan bulat menjatuhkan hukuman mati, apalagi diniali tidak ada hal-hal yang meringankan.
Bahkan, vonis ini lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut terdakwa dengan hukuman seumur hidup.
Atas putusan pengadilan ini, kesembilan terdakwa sepakat mengajukan banding melalui penasihat hukumnya.
Humas Pengadilan Negeri Klas I Palembang Saiman mengatakan, pemberian vonis ini sebagai bentuk penegakan hukum di Indonesia dalam hal pemberantasan jaringan narkoba. Hukuman berat ini dimaksudkan memberikan edukasi ke masyarakat dan sekaligus memberikan efek jera.
"Ini merupakan jaringan yang besar tentu harus segera diberantas untuk menyelamatkan generasi bangsa," kata Saiman.
Fakta persidangan
Berdasarkan fakta persidangan, sindikat ini telah mengedarkan sabu seberat 80 kilogram sejak 12 Maret 2018 hingga 12 April 2018.
Sabu tersebut disebarkan ke sejumlah kota seperti?Palembang, Bandarlampung, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Banjarmasin.
Dalam proses pengiriman, sindikat ini melakukan sejumlah modus pengiriman, yakni melalui udara dan darat.
Pengiriman berpusat dari Palembang menuju ke Bandarlampung menggunakan kereta api. Selanjutnya, dibawa ke Bandung untuk dikirimkan ke beberapa kota di Jawa dengan menggunakan?truk.
Jaringan ini menutupi narkotika seberat 80 kg menggunakan ampas singkong seberat 10 ton.
Adapun untuk pengiriman ke Banjarmasin, terdakwa menggunakan pesawat terbang melalui Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, transit di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta kemudian ke Banjarmasin.
Untuk mengelabui petugas, sindikat ini mengemas sabu-sabu dan ekstasi dengan beberapa cara termasuk dengan menggunakan bungkus kopi yang ditaburi dengan bubuk kopi.
Namun, saat hendak mengirimkan narkoba ke Banjarmasin pada 22 Maret 2018, petugas?keamanan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang mendeteksi barang kiriman narkoba tersebut.
Saat itu jaringan ini mencoba meloloskan sabu-sabu sebesar 3,9 kilogram dan ekstasi sebanyak 4.950 butir.
Dalam melakukan aksinya, Letto mengkoordinir proses pengiriman, bahkan semua kurir yang diajak kerja sama diberi upah sekitar Rp15 juta hingga Rp20 juta per kg sabu yang berhasil mereka kirimkan.
Mengacu pada penemuan tersebut, Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumsel bekerja sama dengan Polda Jawa Timur melakukan penelusuran dan ditemukan kembali lima kilogram sabu di Surabaya.
Di kota itu, polisi menangkap beberapa tersangka. Adapun otak dari jaringan ini yang dipanggil Bang Kumis masih masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Baca juga: BNN Lampung tembak mati delapan pengedar narkoba
Baca juga: Tembak mati belum berikan efek jera bagi pengedar narkoba lainnya
Baca juga: Memburu pengedar narkoba di huntara korban bencana
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019