Sekarang 73 persen ekspor kita ditopang dari industri manufaktur dan sektor otomotif menjadi salah satu andalan.

Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian mendorong implementasi industri daur ulang atau recycle industry untuk sektor otomotif.

Konsep tersebut dinilai mampu mendongkrak daya saing ekspor manufaktur Tanah Air, sekaligus bisa berkontribusi dalam menerapkan ekonomi berkelanjutan atau circular economy yang menjadi bagian dari industri 4.0.

“Sekarang 73 persen ekspor kita ditopang dari industri manufaktur dan sektor otomotif menjadi salah satu andalan,” ucap Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto lewat keterangannya di Jakarta, Kamis.

Airlangga menyampaikan hal itu saat Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya manusia Industri Manufaktur Menghadapi Revolusi Industri 4.0 di SMK Ananda Mitra Industri Deltamas di Cikarang, Jawa Barat.

Pada Januari-September 2018, jumlah ekspor mobil utuh (completely built up/CBU) mencapai 187.752 unit. Angkanya naik 10,4 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Kemudian, ekspor sepeda motor dari Indonesia, pada 2018 naik melejit 46,3 persen menjadi 575.000 unit.

Ekspor sektor otomotif diperkirakan jumlahnya terus naik seiring rencana diterapkannya kebijakan fiskal, seperti harmonisasi tarif dan revisi besaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Karena itu, Menperin mengajak para pelaku industri otomotif nasional agar terus meningkatkan daya saingnya, dengan bersinergi mengusung ekonomi berkelanjutan melalui daur ulang, salah satunya plastic recycle.

Tren saat ini, komponen besar dalam kendaraan seperti, bumper, fender, dan dashboard pada mobil tidak lagi menggunakan stainless steel, tetapi menggunakan kandungan plastik.

Ajakan Menperin tersebut sekaligus untuk mengakomodasi standar-standar keberlanjutan dari 10 prioritas nasional di dalam inisiatif Making Indonesia 4.0. “Plastik itu bukan sampah, dari segi cost plastik adalah bahan baku yang relatif lebih kompetitif dibanding yang lain, dan menyerap emisi lebih rendah,” kata Airlangga.

Menurut Airlangga, apabila industri otomotif menggunakan virgin plastic, maka biaya produksi akan lebih mahal.

Terlebih apabila dengan impor virgin plastic, kebutuhan devisa akan menjadi lebih tinggi, karena saat ini Indonesia baru mampu memproduksi satu juta ton virgin plastic, padahal kebutuhannya mencapai lima juta ton. “Karena itu pemerintah mendorong yang namanya circular economy, yang bagian juga dari industri 4.0,” tegasnya.

Menperin menilai, kapasitas daur ulang plastik di Tanah Air masih jauh dari standar, padahal masih bisa ditingkatkan. Saat ini, di dalam negeri baru mampu mendaur ulang 12,5 persen dari standar industri yang seharusnya yakni 25 persen.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2019