Merauke (ANTARA News) - Pemerintah dan warga Kabupaten Boven Digoel di kawasan perbatasan RI dengan Papua Nugini memerlukan bandar udara (bandara) dengan fasilitas memadai untuk memperlancar arus transportasi, sekaligus mendorong pembangunan di wilayah Papua selatan.
"Kebutuhan akan sebuah bandar udara dengan `run way` (landasan pacu) di atas 2.000 meter sangat mendesak bagi kami di kawasan Selatan Tanah Papua," kata Bupati Boven Digoel, Yusak Yaluwo, di Merauke, Kamis.
Bandara itu untuk percepatan pembangunan di segala bidang, terutama demi menerobos pelosok pedalaman yang rakyatnya masih sangat terkebelakang dan belum tersentuh pembangunan, katanya.
Yusak Yaluwo mengingatkan, sebagai kawasan di tapal batas paling Timur Nusantara, Boven Digoel khususnya dan kawasan Selatan Papua umumnya amat membutuhkan fasilitas bandara tersebut, demi meningkatkan citra Indonesia.
"Jadi, ada manfaat langsung dalam rangka membuka akses bagi upaya peningkatan kesejahteraan rakyat hingga ke pelosok, juga citra NKRI di tapal batas, sekaligus menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah, atau aspek Hankam," tegasnya.
Ketiadaan bandara dengan dukungan fasilitas navigasi memadai, menurut Yusak Yaluwo, merupakan kendala utama dalam membuka isolasi wilayah Selatan Tanah Papua, dan jika hal ini terus dibiarkan, bakal semakin meminggirkan nasib warga di sana.
"Kawasan Selatan Tanah Papua yang terdiri atas empat kabupaten besar dan segera dimekarkan jadi sebuah provinsi ini, mencakup daratan sebesar satu setengah lebih luas dari Pulau Jawa, tetapi dengan prasarana maupun sarana infrastruktur jauh dari memadai, baik itu darat, laut, terlebih udara," ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini di kabupaten hasil pemekaran per 2001 lalu dari Kabupaten Merauke itu, hanya mengandalkan lapangan terbang berukuran kecil yang dibangun sejak era pemerintahan kolonial, atau milik para penyebar agama Kristen.
"Lapangan terbang di Tanah Merah (ibukota Boven Digoel), hanya bisa didarati pesawat-pesawat kecil berbaling-baling jenis `Cessna` atau `twin otter`, sementara di Distrik Mindiptana dan Distrik Bomakia, ada lapangan terbang dengan `runway` rumput yang ukurannya lebih kecil lagi," ungkapnya.
Kondisi ini membuat kawasan perbatasan RI-PNG tersebut menghadapi banyak kendala dalam mempercepat pembangunan infrastruktur, maupun peningkatan kesejahteraan rakyat, utamanya pendidikan serta pelayanan kesehatan.
"Banyak barang kebutuhan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta fasilitas pemerintahan terlambat masuk, atau sama sekali tidak bisa didatangkan, karena kemampuan atau daya angkut pesawat-pesawat kecil tidak memadai," katanya.
Di Boven Digoel, juga di sebagaian besar pelosok Tanah Papua, anagkutan udara masih jadi andalan karena sulitnya akses transportasi darat maupun sungai. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007