Permintaan distilat (sulingan) meningkat tajam pekan lalu karena cuaca dingin yang ekstrem, yang berkontribusi pada penurunan stok distilat

New York (ANTARA News) - Harga minyak naik sekitar satu persen pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), didorong tanda-tanda penguatan permintaan AS untuk produk-produk penyulingan dan pengetatan pasokan minyak mentah global.

Namun demikian, kenaikan harga minyak lebih lanjut dibatasi penguatan dolar AS dan kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang perlambatan ekonomi global.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April, patokan internasional, naik 71 sen AS atau 1,15 persen, menjadi ditutup di 62,69 dolar AS per barel. Brent sebelumnya jatuh ke terendah sesi 61,05 dolar AS.

Sementara minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret, naik 35 sen AS atau 0,65 persen, menjadi menetap di 54,01 dolar AS per barel, naik dari terendah sesi 52,86 dolar AS.

Data pemerintah AS pada Rabu (6/2) menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah domestik naik lebih rendah dari yang diperkirakan pada minggu lalu, sekalipun ketika kilang-kilang meningkatkan produksi.

Stok meningkat 1,3 juta barel dalam pekan yang berakhir 1 Februari, dibandingkan dengan ekspektasi analis untuk kenaikan 2,2 juta barel.

Stok bensin meningkat 513.000 barel, lebih rendah daripada yang diantisipasi, sementara stok sulingan turun lebih besar dari yang diperkirakan 2,3 juta barel.

"Permintaan distilat (sulingan) meningkat tajam pekan lalu karena cuaca dingin yang ekstrem, yang berkontribusi pada penurunan stok distilat," kata analis Commerzbank, Carsten Fritsch.

"Semua dalam semua laporan ini adalah bullish untuk harga-harga minyak mentah dan produk olahan."

Pelaku pasar telah fokus pada tanda-tanda pengetatan pasokan minyak mentah global, setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya memulai kesepakatan pada Januari untuk memangkas produksi.

Para produsen yang dikenal sebagai OPEC+ mulai memotong produksi sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) dari bulan lalu untuk mencegah kelebihan pasokan baru, dan OPEC telah mengirimkan hampir tiga perempat dari pemotongan yang dijanjikannya, sebuah survei Reuters menunjukkan pekan lalu.

Sanksi-sanksi AS terhadap perusahaan minyak negara Venezuela juga dapat menaikkan harga, meskipun mereka belum memicu kenaikan tajam. Sanksi-sanksi tersebut bertujuan untuk memblokir penyuling-penyuling AS dari membayar ke akun PDVSA yang dikendalikan oleh Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

Baca juga: Kehilangan ekspor minyak Venezuela dinilai tidak timbulkan kekosongan di pasar

Oposisi Venezuela sedang membuka dana AS untuk menerima hasil penjualan minyak, suatu langkah penting untuk mengamankan pendapatan atas upayanya mengusir Maduro, kata seorang anggota parlemen oposisi, Rabu (6/2).

Namun, dolar AS yang lebih kuat membatasi kenaikan harga minyak pada Rabu (6/2). Dolar yang lebih kuat membuat komoditas berdenominasi greenback lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

"Meskipun beberapa peralihan di WTI di atas resistensi kami sebelumnya sebesar 55 dolar AS, pasar terus menyusut kembali sebagian besar di bawah tekanan dolar yang kuat minggu ini," Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates, mengatakan dalam sebuah catatan.

Juga meredam sentimen pasar adalah kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global yang lebih lemah, dan sengketa perdagangan AS-China. Harga minyak turun pada Selasa (5/2) setelah survei menunjukkan ekspansi bisnis zona euro hampir terhenti pada Januari.

Presiden AS Donald Trump mengatakan dalam pidato kenegaraannya bahwa kesepakatan perdagangan mungkin dilakukan dengan China.

Pejabat senior AS dan China siap untuk memulai putaran pembicaraan perdagangan minggu depan.

Baca juga: Bursa Wall Street turun di tengah pidato Trump dan laba perusahaan
Baca juga: Tertekan penguatan dolar AS, harga emas turun jadi 1.314,4 dolar/ounce

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019