Jakarta (ANTARA News) - Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Sumber Daya Alam (Almapsada) melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Jakarta Pusat, Kamis, menuntut penuntasan dugaan kasus korupsi kolusi nepotisme (KKN) di sektor pertambangan. Koodinator Almapsada, Khatib Zubair kepada pers mengatakan, aksi unjuk rasa menuntut Departmen ESDM segera meninjau pemberian perpanjangan persetujuan prinsip dalam Kontrak Karya Pertambangan (KKP) Nikel hingga tujuh kali khususnya kepada Rio Tinto.Apalagi, katanya, perusahaan tersebut dinilai keberadaannya bukan saja banyak disorot dan dikritik kinerjanya yang buruk dalam masalah lingkungan dan sosial, tapi juga karena tidak memberi manfaat bagi pemerintah daerah dan masyarakat sekitar.Zubair mengatakan, dirinya mencurigai adanya dugaan korupsi yang harus diusut tuntas, terutama karena praktik korupsi di sektor pertambangan diduga tak kalah dahsyat dengan praktik korupsi BLBI."Bahkan disinyalir, KKN di sektor pertambangan lebih mengerikan, karena diduga melibatkan para pejabat yang faktanya kasus korupsi di sektor pertambangan ini belum tersentuh hukum," katanya. Atas dasar itu, Almapsada menuntut kepada Departemen ESDM untuk membenahi semua bentuk dan sistem KKP yang telah merugikan negara dan mengakibatkan penderitaan rakyat yang berkepanjangan dan kerusakan lingkungan. Selain itu, pemerintah juga diminta meninjau kembali sistem kontrak karya pertambangan (KKP) dengan perusahaan asing seperti Freeport, Newmont, Rio Tinto,Exxon Mobil dan sebagainya, karena diduga merugikan negara Indonesia. Menurut Zubair, jika aksinya tidak ditanggapi, mereka akan membawa massa lebih besar untuk menuntut Departemen ESDM agar lebih cepat meninjau ulang pemeriian izin KKP tersebut.Aksi unjuk yang berlangsung tertib itu ditandai dengan membawa spanduk yang antara berbunyi "Selamatkan Kekayaan Alam Negeri dari Kapitalisme Asing" dan "Usut Semua Kasus Korupsi Sektor Pertambangan".(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007