Pola seperti ini terjadi saat gempa dan tsunami Aceh 2004. Gempa itu dimulai dengan gempa 7,2 SR di Simeulue kemudian dua tahun setelahnya terjadi megathrust 9,2 SR di Aceh,Padang (ANTARA News) - Peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natawijaya menilai gempa bumi yang puluhan kali mengguncang pada 2-5 Februari 2019 di segmen Mentawai, Sumatera Barat, bisa menjadi penanda awal terjadinya gempa besar atau megathrust di daerah itu.
"Pola seperti ini terjadi saat gempa dan tsunami Aceh 2004. Gempa itu dimulai dengan gempa 7,2 SR di Simeulue kemudian dua tahun setelahnya terjadi megathrust 9,2 SR di Aceh," katanya di Padang, Rabu.
Ia menjelaskan, gempa pada sebuah segmen akan mempengaruhi segmen di dekatnya. Hal itu yang kemungkinan terjadi dengan gempa yang terjadi di Sumbar beberapa hari terakhir
Berdasarkan penelitian, pengaruh gempa terhadap segmen gempa di dekatnya bisa dirasakan antara tiga bulan hingga 30 tahun. Artinya dalam kurun waktu itu, gempa megathrust kemungkinan besar terjadi di Sumbar.
Apalagi jika menghitung siklus gempa Megathrust Mentawai yaitu 200-300 tahun. Gempa besar terakhir yang terjadi pada segmen itu diperkirakan pada 1797, artinya saat ini sudah memasuki puncak siklus tersebut.
Hanya saja, ada harapan energi gempa yang diperkirakan 8,8 SR itu bisa berkurang karena adanya pelepasan energi secara sedikit demi sedikit dengan gempa 6-7 SR.
Senada dengan sang peneliti, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut kemungkinan terjadinya gempa di Sumbar tersebut bisa terjadi dalam beberapa tahun ke depan.
Meski tidak bisa menyebut secara pasti karena gempa memang tidak bisa diprediksi dan belum ada pengetahuan yang mampu memprediksi kapan gempa terjadi, tetapi ia memperkirakan potensinya sangat besar terjadi karena itu BMKG lebih memprioritaskan penyiapan peralatan peringatan dini Sumbar dibanding daerah lain.
"Peringatan dini gempa dan tsunami itu disebarluaskan dari stasiun BMKG pusat ke daerah seperti Pusdalops dan TNI. Ada juga mekanisme otomatis melalui televisi dan HP," ujarnya.
Saat ini BMKG menambah 20 unit alat peringatan dini itu untuk ditempatkan di Sumbar agar pemantauan bisa lebih maksimal.
Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan seluruh hasil riset dari peneliti, pakar dan BMKG itu harus dijadikan sebagai pijakan utama dalam mengambil kebijakan terkait antisipasi bencana di daerah.
BNPB dapat penugasan langsung dari Presiden Joko Widodo untuk memastikan masyarakat di Sumbar waspada terhadap segala kemungkinan yang terjadi.
BNPB juga berkoordinasi dengan seluruh pihak terkait untuk memastikan kesiapsiagaan di Sumbar.
Sementara itu Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit mengatakan Sumbar adalah supermarket bencana karena itu pemerintah daerah telah berupaya semaksimal mungkin meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat agar bisa menyelamatkan diri secara swadaya jika bencana terjadi.
Namun karena keterbatasan Sumbar tetap membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat dan pihak terkait lainnya.
Baca juga: Gempa Sabang akibat subduksi Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Eurasia
Baca juga: Gempa di selatan Jawa Barat berada di zona megathrust
Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2019