Jakarta, 6/2 (Antara) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan jumlah golongan putih atau golput bisa terjadi apabila muncul sikap apatisme di kalangan pemilih.

"Golput itu bisa terjadi kalau orang yakin bahwa (pasangan) ini akan menang, 'saya tidak datang pun, akan menang juga'. Itu yang terjadi di Brexit kemarin sehingga banyak golput. Atau (bisa) juga pemilih yakin (pemilu) ini tidak penting," kata JK kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Rabu.

Sistem pemilihan umum di Indonesia tidak menerapkan denda kepada masyarakat apabila tidak menggunakan hak suaranya pada pemilu, kata Wapres.

Sehingga, lanjut JK, menjadi golput atau tidak memilih dalam pemilu juga merupakan hak setiap pemilih. Sikap golput tidak dapat disebut sebagai pelanggaran.

"Sistem pemilu kita itu adalah hak. Kalau di Australia, (memilih) itu kewajiban; 'you' tidak datang (ke TPS) didenda 100 dolar, jadi orang akan memilih. Kita (di Indonesia) hanya hak, bukan kewajiban. Jadi, golput itu juga tidak melanggar apa-apa," katanya.

Karena itu, Wapres JK berharap di sisa waktu dua bulan kampanye ini, masing-masing pasangan capres-cawapres dapat memaksimalkan sosialisasi program kerja.

Dengan mengutamakan program kerja, di atas kampanye saling serang masalah pribadi, maka diharapkan masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya pada 17 April mendatang sehingga dapat menekan angka golput.

Wapres pun menyebut angka partisipasi pemilih dalam pemilu di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan di negara lain.

"Saya kira, karena ini masih berkejar-kejaran, orang akan serius. Bahwa memang kebiasaan kita paling (partisipasi) 70 persen, ada pernah 65 persen barangkali ya; tapi di luar negeri lebih rendah lagi," ujarnya.
Baca juga: Mewaspadai golput
Baca juga: Golput, ekspresi protes politik
Baca juga: PP Pemuda Muhammadiyah serukan pengikutnya tidak golput

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019