Jakarta (ANTARA News) - Penolakan terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) tidak berdasarkan fakta, hal itu diungkapkan oleh Koordinator Jaringan Kerja Program legislasi Pro Perempuan (JKP3) Ratna Batara Munti di Jakarta, Rabu.

Pada 27 Januari 2019 beredar petisi untuk menolak RUU PKS dengan judul "Tolak RUU Pro Zina", petisi ini menuduh RUU PKS melanggengkan seks bebas dan membahas pemakaian jilbab.

"Hal-hal yang mereka tuduhkan tidak ada dalam satu pun pasal RUU PKS," kata dia.

Dia mentakan penolakan terhadap RUU PKS telah melukai perjuangan korban dan menihilkan kerja pendamping korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan melalui RUU PKs.

Dia mengatakan RUU PKS lahir dari pengalaman korban yang mengalami penderitaan berkepanjangan tanpa mendapatkan keadilan dan pemulihan karena belum ada payung hukum bagi kasusnya.

"Selama ini banyak kasus yang tidak dapat diproaes karena dianggap kurang alat bukti karena syarar alat bukti di dalam KUHP belum mengakomodasi situasi khsuus korban kekerasa seksual," kata dia.

Dia mengatakan RUU PKS menjadi trobosan untuk melindungi para korban dari bentuk-bentuk kekerasan seksual yang selama ini tidak diakui oleh hukum.

Hak-hak korban pelecehan seksual yang selama ini terpenuhi, juga diatur dalam RUU PKS.

Menurut dia RUU PKS yang telah menjadi insiatif DPR sudah sepatutnya disosialisasikan kembali dan diberikan penjelasan agar publik tidak salah informasi.

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019