Yangon (ANTARA News) - Tentara di Myanmar membawa pergi beberapa truk berisi manusia, Rabu, setelah kepergian utusan PBB yang berusaha mengakhiri penindasan atas pawai pro-demokrasi yang telah menyulut kemarahan internasional. Di satu rumah di dekat Shwedagon Pagoda di Yangon, tempat paling suci bagi umat Buddha di negeri itu dan tempat penting pawai pimpinan biksu pekan lalu, hanya terdapat seorang gadis kecil berusia 13 tahun. Kedua orang-tuanya diciduk, kata gadis kecil tersebut. "Mereka memperingatkan kami agar tak melarikan diri, karena mereka akan kembali," katanya setelah orang-orang dari jajaran rumah-toko di daerah itu diperintahkan untuk berkumpul di jalan pada tengah malam. Beberapa saksi mata mengatakan sedikitnya delapan truk yang dipenuhi tahanan dibawa dari bagian tengah kota Yangon, bekas kota terbesar di Burma (Myanmar), tempat kerumunan sampai 100.000 orang telah memprotes beberapa dasawarsa kekuasaan militer dan bertambah parahnya kesulitan ekonomi. Seorang anggota staf Dana Pembangunan PBB dan suami serta saudara iparnya termasuk di antara mereka yang ditangkap, kata wanita jurubicara PBB Michele Montas di New York. PBB meminta misi PBB di Myanmar agar mengupayakan pembebasannya. Penindasan berlanjut kendati ada harapan kemajuan dari kunjungan utusan PBB Ibrahim Gambari atas misinya guna membujuk pemimpin junta Than Shwe agar memperlunak cengkeramannya dan memulai pembicaraan dengan pemimpin oposisi yang ditahan Aung San Suu Kyi, yang dua kali ditemui oleh Gambari. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyatakan ia akan bertemu dengan Gambari, Kamis, kemudian pada Jumat berencana membahas dengan ke-15 anggota Dewan Keamanan PBB cara menangani pelanggaran hak asasi manusia di negara Asia Tenggara itu. "Itu adalah salah satu keprihatinan utama masyarakat internasional," kata Ban, seperti dikutip Reuters. Ketika ditanya mengenai misi empat-hari Gambari, Ban menjawab, "Anda tak dapat menyebutnya selalu berhasil." China, sekutu terdekat junta, telah mengeluarkan seruan yang jarang terjadi bagi penahanan diri tapi mengesampingkan dukungan bagi sanksi PBB terhadap Myanmar. Rusia, seperti juga China anggota Dewan Keamanan pemegang hak veto, juga menentang penjatuhan sanksi. Singapura, pemimpin saat ini Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), menyatakan negara itu "terdorong oleh pemberian akses dan kerjasama" dari junta kepada Gambari. Utusan PBB tersebut berada di Singapura dalam perjalannya kembali ke New York, tapi tampaknya takkan mengatakan apa-apa secara terbuka sebelum ia memberi penjelasan kepada Ban. Protes itu, tantangan terbesar terhadap junta sejak militer menewaskan sebanyak 3.000 orang sewaktu menggilas aksi perlawanan pada 1988, dimulai dengan pawai kecil guna menentang kenaikan harga bahan bakar pada Agustus dan membengkak setelah tentara melepaskan tembakan di atas kepala para biksu. Gambari telah "memperoleh jaminan untuk" melakukan kunjungan lagi ke Myanmar pada November, kata Ban. Namun tak ada tanda mengenai cara misinya dan tekanan internasional mungkin mengubah kebijakan junta --yang jarang tunduk pada tekanan dari luar, telah menjalani bertahun-tahun sanksi oleh pemerintah Barat dan jarang sekali mengizinkan pejabat PBB. "Pimpinan tertinggi sangat terkungkung dalam cara pandang mereka sehingga itu takkan membantu," kata David Steinberg, ahli mengenai Myanmar di Georgetown University di Washington. "Mereka akan mengatakan mereka berada di jalan menuju demokrasi dan jadi apa yang anda ingini?" (*)

Copyright © ANTARA 2007