Jakarta (ANTARA News) - Rencana akuisisi Bank Tabungan Negara (BTN) dirancang Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil tanpa melalui persetujuan DPR-RI, padahal segala sesuatunya harus melalui proses konsultasi dengan DPR. Hal ini terungkap dalam rapat kerja Menteri Keuangan dengan Komisi XI DPR yang membahas setoran dividen BUMN. Sejumlah anggota dewan menggunakan kesempatan itu untuk mencecar Sofyan karena mengusung rencana akuisisi BTN. "Mau bentuknya akuisisi atau merger BTN itu harus atas persetujuan DPR. Akuisisi itu kan barang lama yang sudah ditolak DPR saat diajukan Meneg BUMN yang lama Sugiharto. Kita sudah menolaknya, kok sekarang dilontarkan lagi," kata anggota Komisi XI Max Moein kepada Sofyan Jalil yang saat itu mendampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani. Max menyebut BTN harusnya dibiarkan berdiri sendiri. Karena, di negara manapun selalu ada bank pemerintah yang fokus pada pemerintahan, sehingga membubarkan Bank BTN merupakan suatu kesalahan. "Kita cuma punya Bank BTN, kok malah mau diakuisisi," ucap Max. Lebih jauh, Max mengatakan harusnya BTN itu diberikan tambahan modal untuk memperkuat fungsinya dalam merumahkan rakyat. Bahkan, BTN sudah masuk dalam rencana mencari modal lewat jalan IPO atau penawaran saham perdana pada 2008. "Sekarang malah balik lagi ke masalah akuisisi. Itu kan langkah mundur. Mestinya dia (Meneg BUMN) belajar dari menteri yang lama bahwa masalah ini sudah pernah dibahas dan ditolak DPR saat akhir Sugiharto menjabat," ucapnya keras. Max meminta Sofyan untuk berhati-hati melontarkan wacana karena membawa dampak buruk bagi bisnis BUMN. Apalagi, sambungnya, rencana akuisisi harusnya minta persetujuan lebih dulu ke DPR. "Jangan mentang-mentang jadi Meneg BUMN, bisa semaunya saja. Itu tidak arif namanya. Harusnya dibicarakan dulu dengan DPR. Kalau sudah ngomong diluar artinya sama saja melangkahi DPR," ujarnya. Menanggapi itu, Meneg BUMN belum bisa menjawab karena pernyataan Max itu di luar masalah yang sedang dibahas pemerintah dengan DPR menyangkut setoran dividen BUMN. Sementara itu, anggota Komisi VI DPR Lili Asudiredja menyebut pernyataan meneg BUMN dalam mewacanakan kembali akuisisi BTN itu tidak tepat, karena itu akan mengganggu kinerja pemerintah itu sendiri. Kemudian apabila hal itu dipaksakan lagi, pemerintah harus memberikan alasan kenapa wacana akuisisi bank BTN kembali diletupkan. "Jika akuisisi ini kembali dialakkan, maka program pemerintah dalam perumahan kerakyatan akan mengalami stagnasi dan itu akan merugikan pemerintah sendiri," ujarnya. Hal itu yang harus diperhatikan pemerintah, sebab akuisisi BTN sama saja merugikan pemerintah," tegas Lili. Dia bilang, penghentian wacana akuisisi BTN yang ramai dibicarakan dua tahun lalu dimaksudkan agar BTN diberikan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri, dan dapat dijadikan sebagai subjek bukan objek. Politisi Golkar ini minta pemerintah untuk tidak gegabah dalam memberi pernyataan yang berkaitan dengan peningkatan BUMN, sebab itu akan mengganggu kestabilan perusahaan Negara. Disinyalir, BTN harus kebobolan miliaran rupiah akibat penarikan dana ("rush") dari nasabah yang khawatir dengan hilangnya BTN.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007