Ambon (ANTARA News) - Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu bersikeras lagu "Rasa Sayange" adalah milik Indonesia, karena merupakan lagu rakyat yang telah membudaya di provinsi ini sejak leluhur, sehingga klaim Malaysia itu hanya mengada-ada. "Saya sejak lahir tahun 1946 sudah digendong ibu sambil menyanyikan lagu ini. Bahkan lagu ini telah merakyat di bumi Maluku sejak leluhur sehingga Malaysia jangan memanfaatkan tidak dipatenkannya hak cipta lagu "Rasa Sayange" itu menjadi icon parawisata negaranya," katanya ketika dikonfirmasi ANTARA News, di Ambon Rabu malam. Ia bahkan menunjuk kata-kata pada syair pada lagu tersebut seperti "lia" (lihat-red) "jao" (jauh-red), adalah ungkapan dialek orang Ambon, sehingga tidak beralasan bagi Malaysia mengklaim lagu Rasa Sayange adalah milik negara tersebut. Karenanya Gubernur Ralahalu memandang perlu menghimpun para seniman Maluku untuk mencari tahu siapa sesungguhnya pencipta lagu "Rasa Sayange" sehingga bisa dipatenkan hak ciptanya agar tidak diklaim negara lain seperti Malaysia. "Kita sudah saatnya memperhatikan hak cipta para seniman Maluku maupun Indonesia secara umum agar tidak dibajak negara lain, karena berdampak merugikan kita dari berbagai segi, terutama budaya dan pariwisata yang sebenarnya memiliki keunggulan komparatif dibanding negara lain," katanya.Ketua DPRD Maluku Richard Louhenapessi secara terpisah memandang perlu sekiranya Malaysia masih bersikeras mengklaim lagu "Rasa Sayange" milik mereka, maka legislatif setempat akan melakukan protes ke Mahkamah Internasional melalui pemerintah Indonesia maupun DPR-RI. "Terpenting inisiatif pemerintah dan masyarakat Maluku ini didukung Pemerintah Pusat sehingga lagu "Rasa Sayange" ini dihargai sebagai lagu rakyat Maluku yang harus diwariskan kepada anak cucu sehingga tidak terancam punah," katanya. Louhenapessy merasa perlu untuk mengambil hikmah dari klaim Malaysia terhadap lagu "rasa sayange" karena memangnya penghargaan terhadap hak cipta maupun hasil karya seniman Maluku relatif terbatas, akibatnya dimanfaatkan negara lain untuk hal-hal yang strategis seperti mendukung promosi pariwisata. Ia pun mencontohkan lagu "Sayang Kane" yang merupakan lagu rakyat Maluku dimanfaatkan oleh Airlines Cina dalam mendukung promosi maskapai penerbangan mereka. "Jadinya hak cipta para seniman Maluku sudah saatnya dilindungi dan dihargai sehingga memiliki kekuatan hukum agar tidak dimanfaatkan oleh negara lain dalam rangka kepentingan pariwisata maupun program-program strategis lainnya yang sebenarnya merugikan Indonesia maupun Maluku secara khusus," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007