Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 70 sen AS atau 1,27 persen menjadi 54,56 dolar AS per barel
New York (ANTARA News) - Harga minyak dunia turun pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), setelah data pesanan pabrik di Amerika Serikat mengecewakan, memicu kekhawatiran baru tentang perlambatan ekonomi global yang pada gilirannya akan mengurangi permintaan minyak.
Tetapi penurunan harga minyak lebih lanjut dibatasi oleh pemotongan pasokan yang dipimpin OPEC, dan sanksi-sanksi Amerika Serikat terhadap Venezuela menunjukkan pasokan yang lebih ketat.
Minyak mentah berjangka Brent turun 24 sen AS atau 0,38 persen, menjadi menetap di 62,51 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) turun 70 sen AS atau 1,27 persen, menjadi ditutup di 54,56 dolar AS per barel.
Membebani pasar minyak, data pemerintah AS yang menunjukkan pesanan baru untuk barang-barang buatan AS secara tak terduga turun pada November, dengan penurunan tajam dalam permintaan untuk mesin dan peralatan listrik.
"Di pasar yang sedang mencari arah, ada kekhawatiran bahwa setiap perlambatan di sektor manufaktur akan memperlambat permintaan. Karena angkanya sedikit mengecewakan, itu memainkan skenario permintaan yang melambat," kata Phil Flynn, analis minyak di Price Futures Group di Chicago, dikutip dari Reuters.
Harga minyak juga turun setelah data menunjukkan persediaan minyak mentah AS di Cushing, Oklahoma, titik pengiriman untuk minyak mentah berjangka AS, naik lebih dari 943.000 barel dalam seminggu yang berakhir 1 Februari, kata para pedagang, mengutip data dari perusahaan intelijen pasar Genscape.
Minyak mentah berjangka sebelumnya berada di sekitar tertinggi dua bulan. Brent mencapai 63,63 dolar AS per barel, tertinggi sejak 7 Desember, sementara WTI naik menjadi 55,75 dolar AS per barel, terkuat sejak 21 November.
Harga-harga telah didukung oleh putaran baru pemotongan pasokan dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya yang dimulai pada Januari. Pasokan OPEC turun pada bulan lalu dengan jumlah terbesar dalam dua tahun, sebuah survei Reuters menemukan pada pekan lalu.
Rusia telah sepenuhnya mematuhi janji untuk secara bertahap memangkas produksi minyaknya, Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Senin (4/2), menambahkan bahwa produksi menurun 47.000 barel per hari (bph) pada Januari dari Oktober.
Dampak pembatasan pasokan OPEC+ telah didorong oleh sanksi-sanksi AS terhadap perusahaan minyak milik negara Venezuela, PDVSA. Sanksi-sanksi itu akan membatasi transaksi minyak antara Venezuela dan negara-negara lain dan serupa dengan yang dikenakan terhadap Iran tahun lalu, beberapa analis mengatakan setelah memeriksa rincian yang diumumkan oleh pemerintah AS.
Uni Eropa sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan lebih banyak sanksi terhadap pemerintah Presiden Venezuela Nicolas Maduro, tetapi belum membahas embargo minyak, menteri luar negeri Malta mengatakan pada Senin (4/2).
Namun, sementara OPEC memangkas produksi, Amerika Serikat telah memperluas pasokan, dengan produksi yang paling baru berjumlah 11,9 juta barel per hari.
Para pelaku pasar juga mengamati perkembangan seputar perang perdagangan AS-China, yang telah menyeret pasar-pasar dunia karena investor khawatir bahwa perselisihan dapat berkontribusi pada potensi perlambatan ekonomi global.
"Pasar tampaknya menyalakan kekhawatiran baru bahwa tidak ada banyak kemajuan yang terlihat pada pembicaraan perdagangan AS-China," kata Gene McGillian, direktur riset pasar di Tradition Energy di Stamford, Connecticut.
Presiden AS Donald Trump minggu lalu mengatakan, dia akan bertemu dengan mitranya dari Tiongkok Xi Jinping dalam beberapa minggu mendatang untuk mencoba menyelesaikan perselisihan.
Baca juga: Harga minyak lanjutkan kenaikan, jumlah rig AS turun
Baca juga: Harga emas terus melemah tertekan kenaikan ekuitas dan dolar AS
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019