Kelapa sawit hanya membutuhkan 0,26 hektare (ha) lahan untuk memproduksi satu ton minyak nabati, sedangkan minyak nabati dari bunga matahari memerlukan 1,43 ha lahan dengan hasil produksi yang sama.

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan komoditas kelapa sawit menjadi produk perkebunan yang paling produktif dalam menghasilkan minyak nabati daripada komoditas lainnya seperti bunga matahari dan kacang kedelai.

Hal tersebut disimpulkan dari hasil studi yang dilakukan oleh Satuan Tugas Kelapa Sawit International Union for Conservation of Nature (IUCN) tentang analisis obyektif tentang dampak kelapa sawit terhadap keanekaragaman hayati secara global, serta menawarkan solusi untuk pelestarian lingkungan.

"Pertimbangannya adalah diperlukan lahan sampai delapan atau sembilan kali lipat lebih luas bagi komoditas lainnya untuk menghasilkan satu ton minyak nabati," kata Menko Darmin pada konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta, Senin.

Darmin memaparkan bahwa kelapa sawit hanya membutuhkan 0,26 hektare (ha) lahan untuk memproduksi satu ton minyak nabati, sedangkan minyak nabati dari bunga matahari memerlukan 1,43 ha lahan dengan hasil produksi yang sama.

Bahkan, komoditas kacang kedelai memerlukan dua ha lahan untuk menghasilkan satu ton minyak nabati. Dengan begitu, hasil studi IUCN menyimpulkan bahwa kelapa sawit lebih efisien sembilan kali untuk penggunaan lahan daripada komoditas lainnya dalam memproduksi minyak nabati.

Sementara itu, pada tahun 2050, diperkirakan kebutuhan minyak nabati dunia sebesar 310 juta ton. Saat ini minyak kelapa sawit berkontribusi sebesar 35 persen dari total kebutuhan minyak nabati dunia, dengan konsumsi terbesar di India, Tiongkok dan Indonesia.

Ada pun proporsi penggunaannya adalah 75 persen untuk industri pangan dan 25 persen untuk industri kosmetik, produk pembersih dan biofuel.

Penulis utama dari studi ini, Erik Mejiaard, mengungkapkan bahwa kelapa sawit tetap dibutuhkan dan harus dipastikan bahwa minyak nabati yang diproduksi dari kelapa sawit menerapkan standar berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan dunia tersebut.

"Kita harus melihat minyak kelapa sawit ini sebagai bagian dalam pembangunan berkelanjutan. Kami melihatnya ada kebutuhan minyak nabati sebesar 310 juta ton pada 2050 tapi bagaimana memenuhinya sementara lapangan tanamnya minim," kata Erik.

Di Indonesia, alokasi pemanfaatan lahan untuk menunjang kehidupan adalah seluas 33 persen atau 66 juta ha dari total luas daratan Indonesia. Dari luasan tersebut, perkebunan kelapa sawit menjadi yang terluas dengan pemanfaatan sebesar 14 juta ha, diikuti sawah yang menempati 7,1 juta ha lahan, dan selebihnya pemukiman dan fasilitas publik lainnya.

Hasil studi juga menyatakan bahwa wilayah tropis di Afrika dan Amerika Selatan merupakan daerah potensial untuk penyebaran kelapa sawit. Wilayah tersebut merupakan habitat bagi setengah (54 persen) dari spesies mamalia terancam di dunia dan hampir dua pertiga (64 persen) dari spesies burung yang terancam.

Jika kelapa sawit digantikan oleh tanaman penghasil minyak nabati lainnya, akan menimbulkan dampak terhadap ekosistem hutan tropis dan savana di Amerika Selatan.

Menko Darmin berpesan agar hal ini dilanjutkan oleh studi-studi lanjutan guna mendapatkan data dan informasi yang objektif berbasis ilmiah terkait komoditas kelapa sawit.

Studi ini hendaknya tetap menggunakan pendekatan target-target pembangunan berkelanjutan, sebagai kerangka pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati secara global.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2019