Mataram (ANTARA News) - Kasus penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya di Provinsi Nusa Tenggara Barat kian mengkhawatirkan, di mana pecandu barang haram itu tidak hanya dari kalangan umum, tetapi juga pelajar dan mahasiswa.
Pelaku penyalahgunaan narkoba di "Bumi Seribu Masjid" ini cukup banyak dari kalangan pelajar SMP dan SMA. Hal itu terbukti dengan tertangkapnya sejumlah pelajar oleh aparat kepolisian yang diduga menjadi pemakainya.
Peredaran narkoba agaknya tak hanya di kalangan masyarakat perkotaan. Kini, peredarannya merambah hingga pelosok desa. Ironisnya pengguna narkoba tidak hanya dari kalangan orang kaya, tetapi masyarakat kurang mampu juga menjadi "penikmat".
Narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif/psikotropika dapat menyebabkan efek negatif bagi pemakainya. Dampak yang negatif itu sudah pasti merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan mental dan fisik pemakai.
Kasus penyalahgunaan narkoba yang kian marak akhir-akhir ini berdampak negatif terhadap kehidupan generasi muda. Bila semakin banyak generasi bangsa rusak akibat narkoba, bangsa ini bisa menjadi semakin tertinggal.
Kondisi ini mengundang keprihatinan berbagai pihak, tak terkecuali Gubernur Nusa Tenggara Barat Dr Zulkieflimansyah. Karena itu gubernur yang akrab disapa DR Zul ini akan mendukung segala upaya Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam rangka menyadarkan masyarakat akan bahaya narkoba dan menyadari bahwa NTB darurat narkoba.
Gubernur yang putra asli kelahiran NTB itu, menilai saat ini narkoba merupakan persoalan paling besar di NTB, karena peredarannya telah menyentuh lapisan paling bawah masyarakat di provinsi yang dikenal dengan julukan "Bumi Seribu Masjid" itu.
DR Zul mengungkapkan dalam beberapa kunjungannya di kabupaten/kota, masyarakat banyak menyampaikan informasi terkait dengan kasus narkoba.
Hal itu berarti peredaran barang haram tersebut telah sampai di pelosok-pelosok daerah, bahkan pemakainya dari orang terkaya sampai termiskin.
Ia memberikan perhatian khusus terkait dengan masalah peredaran gelap dan penggunaan narkoba. Sejatinya harus ada upaya strategis untuk keluar dari kondisi darurat narkoba.
Bahkan, saat ini Gubernur NTB telah memberikan tugas khusus kepada Tim Penyelaras Program Pemerintah untuk membuat formulasi terkait dengan penanganan masalah peredaran narkoba di provinsi yang juga dikenal dengan sebutan "Bumi Gora" itu.
Pelaksana Tugas Kepala BNN Provinsi NTB Tasripin ketika bersilaturahim dengan Gubernur NTB belum lama ini menerangkan tujuan bersilaturahim yang juga untuk membahas persoalan narkoba di daerah itu.
Menurut dia, narkoba merupakan persoalan barang, karena itu bagaimana cara memperkecil barang ini masuk NTB. Marwah BNN adalah memutus jaringan penyebaran narkoba serta menyosialisasikan bahaya penyalahgunaan narkoba kepada masyarakat.
Usia muda atau remaja, anak-anak memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Oleh karena itu jangan sampai narkoba menjadi gaya hidup anak muda NTB.
Peran orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan unsur-unsur terkait lainnya sangat penting untuk ikut memerangi peredaran barang haram tersebut di masyatakat, terutama kalangan generasi muda NTB.
BNN NTB telah menerapkan beberapa cara, antara lain pencegahan secara terus menerus tentang bahaya narkoba dengan membentuk Desa Bersinar dan Relawan Anti Narkoba.
Melibatkan WNA
Sejatinya, program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) menjadi semakin penting, terutama ketika akhir-akhir ini semakin banyak pengedar yang melibatkan warga negara asing (WNA) di NTB.
Setidaknya, hal itu terbukti pada 21 November 2018 di mana seorang WNA asal Prancis, Dorfin Felix (35), dibekuk Tim Gabungan Direktorat Reserse Narkoba Polda NTB dan petugas Bea Cukai Mataram di Bandara Internasional Lombok, Praya, Lombok Tengah.
Direktut Reserse Narkoba Polda NTB Kombes Yus Fadillah mengatakan Dofin membawa sabu-sabu dan ekstasi di Bandara Internasional Lombok setelah melalui penerbangan dari Prancis.
Sebelumnya, ia transit di Singapura. Dorfin membawa 2.477,95 gram sabu-sabu, masing masing sembilan bungkus besar kristal berwarna cokelat yang diduga narkotika jenis "methylenedioxy methamphetamine" (MDMA) atau dikenal juga dengan nama ekstasi, satu bungkus serbuk warna putih yang diduga narkotika jenis ketamine.
Barang bukti lainnya, satu bungkus serbuk berwarna cokelat yang diduga narkotika jenis amphetamine, 22 butir pil atau tablet warna cokelat, serta 828 butir pil atau tablet berwarna biru muda yang diduga narkotika jenis MDMA.
Bagi Yus Fadillah, dengan digagalkan penyelundupan narkotika oleh WNA Prancis ini telah menyelamatkan lebih dari 31.000 jiwa warga NTB. Nilai nominal barang itu Rp3,1 miliar.
Pelaksana Harian Bea Cukai Mataram I Wayan Tapamuka menjelaskan awal terungkapnya kasus WNA Prancis yang membawa narkotika berawal pada Jumat (28/9), pukul 11.45 Wita.
Pengawas dan Pelayanan Bea Cukai Mataram mencurigai dua kopor dari bagasi berwarna hitam dan abu-abu yang diduga berisi barang terlarang atau narkotika. Dugaan itu terbukti setelah dua kopor melalui mesin sinar-X.
Petugas yang mendeteksinya mencurigai dinding dua koper. Saat petugas memeriksa secara detail kedua koper itu, Dorfin mencoba melarikan diri ke arah pintu keluar bandara. Namun, petugas berhasil menangkapnya dan membawa ke ruang atau posko bandara untuk diperiksa.
Dalam koper milik warga Prancis itu, petugas menemukan enam bungkus besar kristal berwarna cokelat yang dibungkus dengan plastik warna putih transparan. Bungkusan itu dilapisi lagi dengan karpet busa warna hitam dan dibungkus kembali dengan plastik bening.
Semua narkotika dikemas dalam sembilan bungkus. Dua bungkus sabu-sabu dan pil ekstasi disimpan dengan rapi di dinding kedua kopor milik Dorfin.
Setelah pemeriksaan dilakukan dengan hasil temuan narkotika tersebut, WNA Prancis ini kemudian diserahkan beserta seluruh barang buktinya ke penyidik Direktorat Resnarkoba Polda NTB untuk proses lebih lanjut.
Setelah beberapa bulan mendekam di Rumah Tahanan Markas Polda NTB, Dorfin pada Minggu (20/1) malam sempat kabur namun berhasil ditangkap di wilayah Hutan Pusuk, perbatasan Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Utara.
Berbagai Upaya
Sehubungan dengan kian meningkatnya kasus peredaran gelap narkoba di NTB, berbagai upaya dilakukan Polda NTB untuk mengungkap kasus tersebut. Selama 2018 kasus narkoba di NTB meningkat cukup signifikan menjadi 734 kasus, sedangkan pada 2017 tercatat 586 kasus.
Kapolda NTB Irjen Pol Achmat Juri mengemukakan peningkatan penanganan kasus tindak pidana narkoba dipengaruhi meningkatnya kegiatan kepolisian dalam pengungkapan kasus itu.
Barang bukti narkoba yang berhasil disita, antara lain sabu-sabu 4.442,24 gram, ganja 43.028,81 gram, dan ekstasi 209 butir.
Di sisi lain yang cukup menggembirakan di Provinsi NTB, khususnya Kota Mataram, ada peningkatan signifikan jumlah pasien rehabilitas narkoba di kota itu.
Kepala BNN Kota Mataram Nur Rachmat mencatat jumlah pasien rehabilitasi narkoba dari Januari hingga Desember 2018 sebanyak 165 orang atau meningkat dari tahun sebelumnya 145 orang.
Menurut dia, peningkatan itu menjadi salah satu indikator bahwa jumlah orang yang sadar terhadap penyalahgunaan narkoba semakin meningkat, bukan karena terjadi peningkatan kasus.
Ia mengatakan 165 pasien yang direhabilitasi di Klinik Pratama BNNK Mataram itu mereka yang datang dengan sukarela dan memiliki keinginan kuat untuk sembuh dan lepas dari jerat narkoba.
Meskipun demikian, dalam perjalanan proses rehabilitasi masih ada sebagian dari mereka yang ternyata belum begitu serius dan memiliki keinginan yang kuat untuk sembuh.
Hal itu bisa dilihat dari jumlah pasien yang berhasil menyelesaikan program rehabilitasi 65 orang dari 165 pasien yang ada.
Jumlah pasien yang tidak patuh atau "drop out" dalam proses rehabilitasi tercatat 45 orang atau 28,5 persen. Di samping itu, terdapat 19 pasien masih direhabilitasi dan 34 orang dirujuk ke tempat rehabilitasi rawat inap.
Mereka dirujuk ke beberapa rumah sakit yang telah bekerja sama dalam program rehabilitasi penyalahgunaan narkoba di antaranya Rumah Sakit Mutiara Sukma 14 orang. Selain itu, lainnya dirujuk ke RSUD Mataram, RSUP NTB, Rumah Sakit Islam, dan delapan orang dirujuk ke Lido, Jawa Barat.
Kasus penyalahgunaan narkoba di kota ini seperti fenomena gunung es, sehingga keberhasilan penanganannya dapat dilihat dari upaya-upaya pencegahan dan peningkatkan pemberdayaan masyarakat.
Dalam upaya pemberantasan, BNNK Mataram menjalin kerja sama dengan seluruh komponen masyarakat. Kerja sama itu guna memperkokoh barisan menghadapi ancaman bahaya narkoba.
Selain itu, BNN KOta Mataram juga fokus pemberantasan peredaran gelap narkoba, sementara perkembangan narkoba jenis baru juga menjadi perhatian serius.
Melihat perkembangan kasus narkoba dan kian maraknya peredaran narkoba, maka pemerintah dan masyarakat serta pemangku kepentingan terkait lainnya harus berjuang keras untuk perang terhadap narkoba.
Bagian yang cukup penting dalam perang terhadap narkoba itu, dengan menggiatkan pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.*
Baca juga: Perang tanpa akhir melawan narkoba
Baca juga: Pemberantasan narkoba dimulai dari lingkungan terkecil
Baca juga: Mencegah sekolah jadi gudang narkotika
Pewarta: Masnun
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019