Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana mengatakan, PLTS atap tengah populer dan berkembang pesat, karena implementasinya mudah, sederhana, dan kapasitas yang mudah diatur sesuai ketersediaan luasan atap.
“Dengan memasang PLTS atap secara on grid, konsumen dapat menurunkan biaya tagihan listriknya secara signifikan, minimal 30%,” ujarnya.
Senada dengan Rida, Direktur Utama PT Sky Energy Indonesia Tbk (JSKY) Jackson Tandiono menyatakan penggunaan panel surya merupakan investasi jangka panjang.
“Ada persepsi alat tersebut harganya mahal, padahal faedahnya jauh lebih besar mengingat panel surya dapat bertahan 20 tahun,” papar Jackson.
Selain sebagai investasi jangka panjang, lanjut Jackson, energi listrik yang dihasilkan panel surya dapat dijual ke PLN jika terdapat kelebihan daya.
“Sebagai negara tropis yang banyak mendapat sinar matahari, pemakaian panel surya dapat sangat membantu konsumen. Apalagi, kelebihan daya listrik yang dihasilkan dapat dijual ke PLN,” tegas Jackson.
Hal itu selaras dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Dalam peraturan yang ditetapkan 15 November 2018 dan berlaku mulai 1 Januari 2019 itu ditegaskan bahwa penggunaan sistem PLTS Atap bertujuan untuk menghemat tagihan listrik pelanggan PLTS Atap. Karena itu, kelebihan tenaga listrik yang dihasilkan akan diekspor (dijual) ke PLN dengan faktor pengali 65%.
“Pelanggan bisa menggunakan deposit energi untuk mengurangi tagihan listrik bulan berikutnya,” tulis laman Ditjen EBTKE.
Jackson mengatakan, kehadiran Permen ESDM Nomor 49 tahun 2018 dapat mendorong minat masyarakat untuk menggunakan panel surya.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2019